Definisi Tauhid dan Ilmu Tauhid
Tauhid dalam bahasa artinya menjadikan sesuatu esa.
Yang dimaksud disini adalah mempercayai bahwa Allah itu esa. Sedangkan
secara istilah ilmu Tauhid ialah ilmu yang membahas segala
kepercayaan-kepercayaan yang diambil dari dalil-dalil keyakinan
dan hukum-hukum di dalam Islam termasuk hukum mempercayakan Allah itu esa. Seandainya ada orang tidak mempercayai keesaan Allah atau mengingkari
perkara-perkara yang menjadi dasar ilmu tauhid, maka orang itu dikatagorikan
bukan muslim dan digelari kafir. Begitu pula halnya, seandainya seorang muslim
menukar kepercayaannya dari mempercayai keesaan Allah, maka kedudukannya juga
sama adalah kafir. Ilmu Tauhid terbagi dalam tiga bagian, yaitu:
1.
Wajib
Wajib dalam ilmu Tauhid
berarti menentukan suatu hukum dengan mempergunakan akal bahwa sesuatu itu
wajib (mutlak) atau tidak boleh tidak harus demikian hukumnya. Hukum wajib
dalam ilmu tauhid ini ditentukan oleh akal tanpa lebih dahulu memerlukan
penyelidikan atau menggunakan dalil.
2.
Mustahil
Mustahil dalam ilmu tauhid adalah kebalikan
dari wajib. Mustahil dalam ilmu tauhid berarti akal mustahil bisa menentukan
dan mustahil bisa menghukum bahwa sesuatu itu harus demikian. Hukum mustahil dalam ilmu tauhid ini bisa ditentukan oleh akal tanpa lebih
dahulu memerlukan penyelidikan atau menggunakan dalil.
3.
Jaiz (Mungkin)
Jaiz (mungkin) dalam ilmu
tauhid ialah akal kita dapat menentukan atau menghukum bahwa sesuatu benda atau
sesuatu dzat itu boleh demikian keadaannya atau boleh juga tidak demikian. Atau dalam arti
lainya mungkin demikian atau mungkin tidak. Contohnya: penyakit seseorang itu
mungkin bisa sembuh atau mungkin saja tidak bisa sembuh. Seseorang adalah dzat
dan sembuh atau tidaknya adalah hukum jaiz (mungkin). Hukum jaiz (Mungkin)
disini, tidak memerlukan hujjah atau dalil.
Nama lain dari
Ilmu Tauhid
1. Ilmu Kalam
Disebut Ilmu Kalam karena pembicaraan pokok yang
dipersoalkan pada permulaan Islam adalah firman (kalam) Allah yaitu Al-Quran,
apakah ia makhluk diciptakan (non azali) atau tidak diciptakan (azali). Dasar
pembicaraan Ilmu Kalam adalah dalil-dalil akal pikiran sehingga kelihatan
mereka ahli bicara. Dalil naqli baru digunakan sesudah ditetapkan kebenaran
persoalan dari segi akal pikiran. Pembuktian kepercayaan agama sangat mirip
dengan falsafah logika, maka untuk membedakannya disebut dengan Ilmu Kalam.
2.
Ushuluddin
Disebut Ilmu Ushuluddin (ilmu aqaid) karena pokok pembicaraannya adalah
dasar-dasar kepercayaan agama yang menjadi pondasi agama Islam.
3.
Aqidah
Diambil dari kata dasar “al-‘aqdu” yaitu ikatan, Secara
istilah syar’i aqidah adalah
iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang
meyakininya.
Manfaat Mempelajari Ilmu Tauhid
Tauhid tidak hanya sekedar
diketahui dan dimiliki oleh Seseorang, tetapi lebih dari itu, ia harus dihayati
dengan baik dan benar, kesadaran seseorang akan tugas dan kewajiban sebagai
hamba Allah akan muncul dengan sendirinya. Hal ini nampak dalam hal pelaksanaan
ibadat, tingkah laku, sikap, perbuatan, dan perkataannya sehari-hari. Maksud dan tujuan tauhid bukanlah sekedar mengakui
bertauhid saja tetapi lebih jauh dari itu, sebab tauhid mengandung sifat-sifat:
1.
Sebagai sumber
dan motifator perbuatan kebajikan dan keutamaan.
2.
Membimbing
manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk mengerjakan
ibadah dengan penuh keikhlasan.
3.
Mengeluarkan
jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan dan kegoncangan hidup yang dapat
menyesatkan.
4.
Mengantarkan manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin.
Manfaat ilmu tauhid bagi kehidupan
manusia adalah sebagai pendoman hidup yang dengannya manusia bisa terbimbing ke
jalan yang diridhoi Allah dan dengan tauhid manusia bisa menjalani hidup sesuai
dengan apa yang telah digariskan oleh Allah SWT. Dengan tauhid
manusia tidak hanya bebas dan merdeka, melainkan juga akan sadar bahwa
kedudukannya sama dengan manusia lain manapun. Tidak ada manusia yang
superior atau inferior terhadap manusia lainnya. Suatu hal yang tidak bisa dilupakan adalah bahwa komitmen manusia-tauhid
tidak saja terbatas pada hubungan vertikalnya dengan tuhan, melainkan juga
mencakup hubungan Horizontal dengan sesama manusia dan seluruh makhluk, dan
hubungan-hubungan ini harus sesuai dengan kehendak Allah. Sampai dengan
misi ini tauhid dapat mewujudkan sesuatu bentuk kehidupan social yang adil dan
etis. Dalam kontek pengembangan umat, tauhid berfungsi antara lain
mentranformasikan setiap individu yang meyakininya menjadi manusia yang
memiliki sifat-sifat mulia yang membebaskan dirinya dari setiap belenggu
sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Dengan
demikian, akan muncul manusia-manusia tauhid yang memiliki cirri-ciri positif
yaitu:
1.
Memiliki komitmen utuh pada tuhannya.
2.
Menolak pedoman
hidup yang datang bukan dari Allah.
3.
Bersikap
progresif dengan selalu melakukan penilaian terhadap terhadap kualitas
kehidupannya, adat-istiadatnya, tradisi dan faham hidupnya.
4.
Tujuan hidupnya
jelas. Ibadatnya, kerja kerasnya, hidup dan matinya hanyalah untuk Allah
semata.
5.
Meimiliki visi
jelas tentang kehidupan yang harus dibangunnya bersama manusia lain; suatu
kehidupan yang harmunis antara manusia dengan Tuhannya, dengan lingkungan
hidupnya, dengan sesama manusia dan dengan dirinya sendiri.
Oleh karena itu, Nampak jelas bahwa tauhid
memberikan dampak positif bagi kehidupan manusia. Bila setiap individu
memiliki kometmen tauhid yang kokoh dan utuh, maka akan menjadi suatu kekuatan
yang besar untuk mambangaun dunia yang lebih adil. Karena ilmu tauhid merupakan hasil kajian para Ulama’ terhadap al-Qur’an
dan Hadist, maka jelas, sumber ilmu tauhid adalah alQur’an dan Hadist. Namun
dalam pengembangannya, kedua sumber di hidup suburkan oleh rasio dan
dalil-dalil aqli.
Ruang Lingkup Ilmu Tauhid
Aspek pokok dalam ilmu Tauhid adalah keyakinan
akan eksistensi Allah Yang Maha Sempurna. Karena itu, ruang lingkup pembahasan
dalam ilmu tauhid yang pokok adalah:
- Hal-hal yang berhubungan dengan Allah SWT atau mabda. Dalam bagian ini termasuk pula masalah takdir.
- Hal-hal yang berhubungan dengan utusan Allah sebagai perantara antara manusia dan Allah, atau disebut pula wasithah. Meliputi : Malaikat, Nabi/Rasul, dan kitab-kitab suci.
- Hal-hal yang berhubungan dengan hari yang akan datang, atau disebut juga ma’ad, meliputi : surga, neraka, dan sebagainya.
Ketiga ruang lingkup di atas terangkum dalam
pembahasan rukun iman, yaitu Iman kepada Allah, Malaikat, Kitab-Kitab,
Rasul-Rasul, hari Kiamat, dan iman kepada qadha dan qadar.
1. Iman kepada Allah
Yang dimaksud dengan iman
kepada Allah ialah percaya sepenuhnya, tanpa keraguan sedikitpun, akan adanya
Allah SWT Yang Maha Esa dan Maha Sempurna, baik zat, sifat, maupun af’al
(perbuatan)-Nya. Kemudian mengkuti sepenuhnya bimbingan Allah
dan Rasul-Nya serta melaksanakan perintah dan menjauhi Larangan-Nya dengan
penuh keikhlasan.
Keimanan seseorang kepada Allah ini sangat berpengaruh terhadap hidup dan kehidupannya, antara lain :
Keimanan seseorang kepada Allah ini sangat berpengaruh terhadap hidup dan kehidupannya, antara lain :
1.
Ketakwaannya
akan selalu meningkat.
2.
Kekuatan batin,
ketabahan, keberanian, dan harga dirinya akan timbul karena ia hanya mengabdi
kepada Allah dan meminta pertolongan kepada-Nya. Tidak kepada yang lain.
3.
Rasa aman,
damai, dan tentram akan bersemi dalam jiwanya karena ia telah menyerahkan diri
sepenuhnya kepada Allah SWT.
2. Iman kepada Malaikat
Iman kepada malaikat
mengandung arti bahwa seseorang percaya sepenuhnya bahwa Allah mempunyani
sejenis makhluk yang disebut malaikat, makhluk mulia yang tidak pernah durhaka
kepada Tuhan dan senantiasa taat menjalankan tugas dan kewajibannya.
Keimanan kepada malaikat membawa pengaruh positif bagi seseorang, antara lain ia akan selalu berhati-hati dalam setiap perkataan dan perbuatan sebab malaikat selalu berada di dekatnya, merekam apa yang ia katakana dan ia perbuat itu.
Keimanan kepada malaikat membawa pengaruh positif bagi seseorang, antara lain ia akan selalu berhati-hati dalam setiap perkataan dan perbuatan sebab malaikat selalu berada di dekatnya, merekam apa yang ia katakana dan ia perbuat itu.
3. Iman kepada Kitab-kitab Allah
Beriman kepada kitab-kitab
Allah ialah mempercayai bahwa Allah menurunkan beberapa kitab kepada Rasul
untuk menjadi pegangan dan pedoman hidup bagi manusia dalam mencapai
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para
Rasul itu cukup banyak, namun yang secara jelas disebutkan di dalam Al-Quran
hanya empat yaitu Taurat, Zabur, Injil dan Al-Qur’an. Masing-masing kitab
tersebut diturunkan kepada Nabi Musa, Daud, Isa dan Muhammad. Pengaruh-pengaruh
keimanan kepada kitab-kitab Allah terhadap seseorang antara lain:
1. Mendidik toleransi terhadap pemeluk agama lain.
2. Memberikan keyakinan yang penuh bahwa al-Qur’an adalah kitab suci yang
paling lengkap dan sempurna, lebih baik dari kitab-kitab suci lainnya, karena
ia diturunkan kemudian dan merupakan kitab suci terakhir dari Allah SWT.
4. Iman kepada Nabi/ Rasul
Pengertiannya beriman
kepada nabi dan rasul ialah keyakinan dan kepercayaan bahwa Allah telah memilih
beberapa orang di antara manusia, memberikan wahyu kepada mereka, dan
menjadikan mereka sebagai utusan (rasul) untuk membimbing manusia ke jalan yang
benar.
Para ulama biasanya membedakan antara nabi dan rasul. Nabi adalah seseorang yang menerima wahyu untuk dirinya sendiri tanpa kewajiban menyampaikan wahyu itu kepada umat. Sedangkan rasul adalah seseorang yang menerima wahyu dari Tuhan untuk dirinya dan untuk orang lain (umat). Rasul dibebani tugas menyampaikan wahyu tersebut kepada kaum dan umatnya. Jumlah nabi/ rasul yang dicantumkan Allah di dalam Al-Qur’an adalah 25 orang.
Dampak positif dari beriman kepada nabi dan rasul ini antara lain :
Para ulama biasanya membedakan antara nabi dan rasul. Nabi adalah seseorang yang menerima wahyu untuk dirinya sendiri tanpa kewajiban menyampaikan wahyu itu kepada umat. Sedangkan rasul adalah seseorang yang menerima wahyu dari Tuhan untuk dirinya dan untuk orang lain (umat). Rasul dibebani tugas menyampaikan wahyu tersebut kepada kaum dan umatnya. Jumlah nabi/ rasul yang dicantumkan Allah di dalam Al-Qur’an adalah 25 orang.
Dampak positif dari beriman kepada nabi dan rasul ini antara lain :
1. Menebalkan rasa toleransi beragama.
2. Memberi keyakinan bahwa misi para rasul adalah untuk membahagiakan umat
manusia, baik di dunia maupun di akhirat.
3. Mempertebal keimanan dan kecintaan kepada Allah SWT sebab Allah dengan
penuh cinta dan kasih-Nya selalu mengutus rasul untuk membimbing umat manusia
agar mereka tidak tersesat dan dapat mencapai kebahagiaan hidup.
5. Iman kepada Hari Kiamat
Yang dimaksud dengan hari kiamat (hari akhir)
ialah hari kehancuran alam semesta. Segala yang ada di dunia ini akan musnah dan
semua makhluk hidup akan mati. Selanjutnya alam berganti dengan yang baru
disebut dengan alam akhirat.
Hal-hal yang berhubungan dengan hari kiamat ini antara lain adalah al-ba’ts (kebangkitan dari kubur), hisab (perhitungan amal baik dan buruk manusia yang dilakukan selama ia berada di dunia), al-shirath (jalan yang terbentang di atas punggung neraka), surga, dan neraka.
Keimanan kepada hari kiamat memberikan pengaruh positif bagi kehidupan manusia :
Hal-hal yang berhubungan dengan hari kiamat ini antara lain adalah al-ba’ts (kebangkitan dari kubur), hisab (perhitungan amal baik dan buruk manusia yang dilakukan selama ia berada di dunia), al-shirath (jalan yang terbentang di atas punggung neraka), surga, dan neraka.
Keimanan kepada hari kiamat memberikan pengaruh positif bagi kehidupan manusia :
1. Manusia akan senantiasa menjaga dan memelihara diri dari melakukan
perbuatan dosa dan maksiat dan akan selalu taat dan bakti kepada Tuhan karena
segala amal, baik atau buruk akan ada balasannya di hari akhirat.
2. Manusia akan sabar dalam menghadapi segala cobaan dan penderitaan hidup
karena ia yakin bahwa kesenangan dan kebahagiaan hidup yang sesungguhnya adalah
di akhirat nanti.
3. Manusia memiliki tujuan yang jelas yang ingin dicapai dalam setiap gerak
dan tindakan yang dilakukannya, yaitu kebijakan yang dapat membawanya kepada
kebahagiaan hidup di akhirat.
6.
Iman kepada Qadha dan Qadar
Beriman kepada qadha dan
qadar berarti seseorang mempercayai dan meyakini bahwa Allah SWT telah
menjadikan segala makhluk dengan kudrat dan iradat-Nya dan dengan segala
hikmahnya. Qadha artinya ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan Allah SWT dalam alam semesta. Misalnya, bulan mengedari bumi, api
sifatnya membakar, dan benda tajam sifatnya melukai. Sedangkan qadar berarti
sesuatu yang belum ditetapkan benar-benar, tetapi jika diqadhakan barulah ia
menjadi kenyataan. Iman kepada qadha
dan qadar atau sering pula disebut iman kepada takdir sama sekali tidak
dimaksudkan untuk menjadikan manusia lemah, pasif, statis dan apatis. Manusia yang menyerah tanpa usaha. Manfaat langsung yang dapat dirasakan oleh yang beriman kepada qadha dan
qadar antara lain:
1.
Mendorong lahirnya
keberanian dalam menegakkan kebenaran.
2.
Menimbulkan ketenangan
jiwa dan pikiran, tidak putus asa dalam menghadapi setiap persoalan, dan selalu
tawakal kepada Allah SWT.
3.
Inti ajaran islam itu
adalah tauhid dan lebih dalam lagi adalah pengakuan yang bulat bahwa Tuhan
adalah Allah kemudian berpegang teguh (istiqamah) terhadap pengakuan itu.
Masalah-Masalah yang Bertentangan dengan Tauhid
Secara garis besar,
masalah-masalah yang bertentangan dengan tauhid adalah kekafiran, kemusyrikan,
kemuradan, dan kemunafikan.
1.
Kafir : Tidak
percaya/ beriman kepada Allah.
2.
Musyrik :
Beriman tidak hanya kepada Allah (menyekutukan Allah).
3.
Murtad :
Sebelumnya beriman, kemudian keluar dari Islam.
4.
Munafik :
Secara lahiriah beriman kepada Allah, tetapi secara batiniah tidak beriman.
Macam-macam Tauhid
Tauhid dibagi menjadi
empat macam, yaitu tauhid rububiyyah, tauhid uluhiyyah, tauhid asma’ wa sifat,
dan tauhid af’al. Adapun penjelasannya akan diuraikan satu demi
satu.
1.
Tauhid Rububiyyah
Secara literal, term atau
istilah ’Rububiyyah’ berasal dari kata ’Rabb’ dan berarti pemelihara,
pengasuh, penolong, pengusa, pengatur, pelindung, pendidik, dan pencipta alam
semesta seisinya, lengkap dengan hukum-hukum yang berlaku atau secara teknis
disebut sunnatullah di dalamnya. Kemudian, secara praktis tauhid Rububiyyah
adalah beriman bahwa Allah sebagai pencipta, penguasa, dan pengatur segala
sesuatu yang ada di alam semesta. Tauhid rububiyyah meliputi antara lain:
Beriman kepada Allah sebagai Yang Berbuat, seperti mencipta, memberi
rezeki, mematikan dan menghidupkan. Beriman bahwa Allah lah yang
menentukan qada’ dan qadar yang berlaku bagi setiap makhluk.
2.
Tauhid
Uluhiyyah
Arti literal term ’Ilah’ adalah Tuhan yang
disembah. Dari kata ‘Ilah’ setelah dibentuk menjadi term ‘uluhiyyah’ berarti
hal-hal yang terkait dengan persembahan. Kata ‘Ilah’ (Tuhan) menunjuk nama
tertentu, dalam Islam ‘Ilah’ itu adalah Allah swt. Dengan demikian, yang
dimaksud dengan tauhid uluhiyyah adalah meyakini bahwa hanya Allah saja lah
yang berhak disembah atau diibadahi, termasuk di dalamnya adalah disucikan,
dihormati, dimohoni pertolongan, dipuja dan dipuji, disanjung, diagungkan, dan
dijadikan dasar bersumpah dalam meyakinkan suatu kebenaran – umpama tidak
mengakui tuduhan berzina karena memang tidak melakukannya.
3.
Tauhid Asma’ wa
Sifat
Beriman bahwa Allah itu memiliki sifat dan nama
yang hanya dimiliki Allah semata, meskipun secara bahasa ada kesamaan dengan
sifat yang dimiliki manusia atau secara umum makhluk. Sifat-sifat makhluk,
termasuk manusia sangat terbatas, sedanf sifat Allah tidak terbatas. Manusia
memang memiliki sifat cinta kasih, sekali lagi, amat terbatas. Cinta kasih
Allah tidak terbatas, cinta kasih-Nya dicurahkan kepada kepada seluruh makhluk
secara abadi. Itulah yang dimaksud dengan ar-Rahmaan dan ar-Rahiim.
4.
Tauhid Af’al
Yang dimaksud dengan tauhid af’aal
adalah meyakini bahwa di dalam menciptakan alam semesta ini hanya Allah
sendiri, tidak ada syarikat pada-Nya, dan tidak membutuhkan bantuan apa dan
siapa pun. Jika Allah berkehendak terhadap sesuatu Dia hanya cukup berfirman ’kun’
dan pasti terjadi.
Bukti Adanya Allah SWT
Sebenarnya masalah tentang
keberadaan Allah SWT sudahlah nyata, bahkan suatu hakikat yang tidak perlu
diragukan lagi persoalannya. Tidak ada jalan untuk mengingkarinya. Persoalan
tentang keberadaan Allah SWT adalah terang benderang bagaikan cahaya fajar
diwaktu pagi yang cerah. Semua yang ada
dilingkungan alam semesta ini pun dapat digunakan sebagai bukti tentang adanya
Tuhan (Allah SWT), bahkan benda-benda yang terdapat disekitar alam semesta dan
unsur-unsurnya dapat pula mengokohkan atau membuktikan bahwa benda-benda itu
pasti ada pencipta dan pengaturnya.
1.
Alam Semesta adalah
Pengokohan Wujud Maha Pencipta
Periksalah alam cakrawala
yang ada diatas kita, yang didalamnya itu terdapat matahari, bulan, bintang dan
sebagainya. Demikian pula alam yang berbentuk bumi ini dengan segala sesuatu
yang ada di dalamnya baik yang berupa manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan
benda padat, juga perihal adanya hubungan yang erat dengan perimbangan yang
pelik yang merapikan susunan diantara alam-alam yang beraneka ragam itu serta
yang menguatkan keadaannya masing-masing itu, semuanya tidak lain kecuali
merupakan tanda dan bukti perihal wujudnya Allah. Selain menunjukkan adanya
Dzat itu juga membuktikan keesaanNya dan hanya Dia sajalah yang Maha Kuasa
untuk menciptakannya. Dengan demikian tidak ada jalan lain untuk membantah atau mengingkarinya
dan ini tepat sekali dengan apa yang difirmankan oleh Allah SWT: “Apakah
dalam Dzat Allah masih ada keragu-raguan, yaitu Tuhan Maha Pencipta langit dan
bumi?” (S. Ibrahim:10). Allah Ta’ala telah berfirman dalam kitab-Nya yg
Agung: “Sesungguhnya
Rabb kalian semua adalah Allah yg telah menciptakan langit & bumi dalam
masa enam hari, kemudian Dia bersemayam diatas Arsy. Dia menutupkan malam pd
siang yg mengikutinya dgn cepat, & diciptakannya pula matahari, bulan &
bintang-bintang (masing-masing) tunduk pd perintah-Nya, Ingatlah menciptakan
& memerintah itu hanyalah hak Allah, Maha suci Allah Rabb semesta alam .”
(Al Qur’an Surat: Al A`raaf:;54)
2.
Fitrah sebagai Bukti
adanya Allah SWT
Alam semesta atau jagad
raya dengan segala sesuatu yang ada didalamnya yang nampak sangat teratur
kokoh, indah, sempurna, rapi dan seluruhnya sebagai ciptaan baru, bukannya itu
saja yang dapat digunakan sebagai saksi tentang adanya Tuhan (Allah) yang maha mendirikan
langit dan bumi ini, tetapi masih ada saksi lain lagi yang dapat digunakan
untuk itu dan bahkan dapat lebih meresapkan. Saksi yang
lainnya itu adalah berupa perasaan-perasaan yang tertanam dalam jiwa setiap
insan yang merasakan akan adanya Allah SWT. Perasaan ini adalah sebagai
pembawaan sejak manusia itu dilahirkan dan oleh sebab itu dapat disebut sebagai
perasaan fitrah. Fitrah adalah keaselian yang diatasnya itulah Allah
menciptakan makhluk manusia itu. Ini dapat pula diibaratkan dengan kata lain
sebagai gharizah diniah atau pembawaan keagamaan. Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirnan: “Dan jikalau manusia itu ditimpa
bahaya, maka ia pun berdoalah kepada Kami (Allah) diwaktu berbaring, diwaktu
duduk atau berdiri. Tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu dari padanya,
iapun berjalanlah seolah-olah tidak pernah berdoa kepada Kami atas bahaya yang
telah menghinggapinya itu”. (S. Yunus.12).
3.
Bukti Kejadian dan
Pengalaman
Setiap manusia tentu pernah berdoa kepada
Tuhannya, kemudian dikabulkanlah apa yang menjadi permintaannya. Pernah pula
memanggilNya dan iapun dijawab apa yang diinginkan serta dikehendakinya. Ia
pernah pula memintaNya dan apa yang diminta itupun diberikan. Tidak sedikit
orang yang sakit dan memohon kesembuhan kepadaNya disamping berusaha dengan
berobat yang dilakukan dan kemudian ia berhasil sembuh. Pengalaman-pengalaman manusia dalam kehidupannya di dunia ini sebenarnya
sudah membimbing dirinya sendiri untuk dapat sampai kepada penemuan akan Allah
SWT secara kesadaran dan bukan karena adanya paksaan, sebab
pengalaman-pengalaman itu memang dapat membuka segala macam hakikat yang ia
sendiri pasti tidak merasakan dengan panca inderanya. Allah berfirman: “Dan
(ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa, dan Kami memperkenankan doanya,
lalu Kami selamatkan dia beserta keluarganya dari bencana yang besar.” (Al
Anbiya: 76), “(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan
kepada Robbmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu.” (Al Anfaal: 9).
4.
Bukti-bukti dari Naqal
Diantara bukti-buktinya
yang dapat kita saksikan tentang wujudnya Allah ialah bahwa para nabi dan rasul
yang terpilih dari sekian banyak hamba-hambaNya, mereka itu semua adalah
manusia yang amat pilihan sekali,seluruhnya itu sejak zaman nabiullah Adam a.s sampai
ke zaman Rasulullah SAW mempunyai satu garis penyiaran yang benar-benar sama
dan sejalan, yaitu memberitahukan dengan pasti kepada seluruh umat manusia
bahwa alam semesta ini ada Tuhan (Allah) yang Maha Bijaksana. Oleh segenap
nabi dan rasul itu hanya satu itulah pokok penyiaran yang disampaikannya yang
merupakan hal yang penting sekali.
Allah SWT berfirman: “Lalu
Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu.: Maka
terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar.”
(Asy Syu’araa: 63), selanjutnya mukjizat Nabi Isa as. ketika menghidupkan
orang-orang yang sudah mati; lalu mengeluarkannya dari kubur dengan ijin Allah.
Allah
swt berfirman: “…dan aku
menghidupkan orang mati dengan seijin Allah.” (Ali Imran: 49).
5.
Dalil Naqli
Sekalipun secara fitrah manusia bisa mengakui
adanya Allah, dan dengan akal pikiran bisa membuktikannya, namun manusia tetap
memerlukan dalil naqli (al-Quran dan Sunnah) untuk membimbing manusia untuk
mengenal Tuhan yang sebenarnya (Allah) dengan segala asma dan sifatNya. Sebab
fithrah dan akal tidak bisa menjelaskan siapa Tuhan yang sebenarnya itu
(Allah).
Allah SWT adalah Al-awwal artinya tidak
ada permulaan bagi wujudNya. Dia juga Al-Akhir akhirnya tidak ada akhir
dari wujudNya. “Dialah yng
awal dan yang akhir, yang zhahir dan yang bathin, dan Dia Mengetahui segala
sesuatu.” (Al-Hadid 57:3).
1.
Tidak ada satu pun yang menyerupai-Nya.
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia,
dan Dia lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (As-Syura
42:11).
2.
Allah SWT Maha Esa.
“Katakanlah : ‘Dialah Allah, Yang Maha Esa…” (Al-Ikhlas
112:1).
3.
Allah SWT memiliki Al-Asma’ was Shiffaat (nama-nama
dan sifat-sifat) yang disebutkanNya untuk diriNya di dalam Al-Quran serta semua
nama dan sifat yang dituturkan untukNya oleh Rasulullah SAW dalam sunnahnya,
seperti Ar-Rahmaan, Ar-Rahiim, Al’Aliim, Al-Aziz, As-Sami, Al-Bashiir dan
lain-lain.
“Hanya
milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asmaa-ul
husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
(menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang
telah mereka perbuat.” (Al-A’raf 7:18).
6.
Pengokoh Ketuhanan
Bukti-bukti adanya Tuhan diantaranya lagi
adalah bahwa umat yang beriman kepada Tuhan (Allah) dengan keimanan yang
sebenar-benarnya, mereka itulah ummat yang tertinggi dari yang lainnya perihal
ilmu pengetahuan dan lebih banyak pula peradaban dan tata kesopanannya.Selain
itu juga pasti lebih suci jiwanya, lebih bersih hatinya, lebih banyak
pengorbanannya dan lebih suka mengalahkan diri sendiri dan paling banyak
memberikan kemanfaatan kepada sesama manusia.
Aliran-aliran Tauhid
1.
Syiah
Pengikut ini berkeyakinan bahwa yang berhak menggantikan Nabi sebagai
pemimpin adalah keluarganya (Ahl al-bait). Sepeninggal Ali, hak imamah
(kepemimpinan umat islam) tersebut beralih kepada anak-anak keturunanya dari
fatimah al-Zahrah.
2.
Khawarij
Kelompok
radikal ekstrim ini suka mengkafiran bahkan membunuhan terhadap mereka yang
tidak sependapat.
3.
Murji’ah
Dalam pandangan murji’ah pelaku dosa besar tidaklah kekal di neraka, tetapi
hanya akan dihukum untuk sementara setimpal dengan atau bahkan mungkin diampuni
dari dosa dosanya.Jadi, orang tidak perlu bertaubat karena berbuat dosa besar,
yang penting orang itu beriman. Taat
dan ibadah tidak terlalu penting.
4.
Jabariyah
dan Qadariyah
Jabariyah
adalah aliran yang berpendapat, bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam
menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam faham ini terikat pada kehendak
mutlak Tuhan. Menurut faham
Qadariyah semua perbuatan manusia adalah kehendaknya sendiri, perbuatan manusia
berada di luar kekuasaan Allah. Dari kedua faham tersebut, semuanya adanya faham-faham yang salah mengenai
manusia dan Tuhan dalam menentukan suatu perbuatan baik buruk ataupun dosa atau
tidak. Karena pada
hakekatnya manusia diberi akal dan pikiran untuk berbuat dan berusaha,
sedangkan nantinya Allah lah yang menentukan hasilnya. Sesuai dengan
ajaran-ajaran ahlussunnah wal Jama’ah, yang menetapkan pokok-pokok kepercayaan
menurut prinsip-prinsip yang sesuai dengan tujuan akal pikiran.
5.
Mu’tazilah
Aliran ini dalam banyak pemikirannya menjadikan akal sebagai sumber
pengetahuan utama tentang kewajiban serta kebaikan dan keburukan, sedangkan
wahyu sebagai pendukung kebenaran akal.
6.
Asy’ariyah
Aspek ketuhanan asy’ariyah meyakini bahwa Tuhan mempunyai sifat. Kalam
Allah yang menurut mu’tazilah adalah makhluk.
7.
Maturidiyah
Meyakini secara tegas bahwa pelaku dosa besar adalah fasik dan masih berhak
masuk surga (atau tidak kekal di neraka) setelah dosa-dosanya di ampuni Tuhan.
8.
Sufi
Dikatakan oleh Al-Junaid, seorang pentolan sufi, "Yang paling aku
sukai pada seorang pemula sufi, bila tak ingin berubah keadaannya, hendaknya
jangan menyibukkan hatinya dengan tiga perkara berikut : mencari penghidupan,
menimba ilmu (hadits) dan menikah. Dan
yang lebih aku sukai lagi, pada penganut sufi, tidak membaca dan menulis.
Karena hal itu hanya akan menyita perhatiannya". Menghancurkan sanad-sanad hadits dan
menshahihkan hadits-hadits dha'if (lemah), munkar dan maudhu' (palsu) dengan
cara kasyaf.
DAFTAR PUSTAKA
http://arrumnyaeppy.wordpress.com/2011/12/04/makalah-pembuktian-adanya-allah-swt/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar