BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sebagai
salah satu ilmu keislaman, ilmu kalam sangatlah penting untuk di ketahui oleh
seorang muslim yang mana pembahasan dalam ilmu kalam ini adalah pembahasan
tentang aqidah dalam Islam yang merupakan inti dasar agama, karena persolaan aqidah
Islam ini memiliki konsekuensi yang berpengarah pada keyakinan yang berkaitan
dengan bagaimana seseorang harus meng interpretasikan tuhan itu sebagai
sembahannya hingga terhindar dari jurang kesesatan dan dosa yang tak
terampunkan (syirik).
Pembahasan
pokok dalam Agama Islam adalah aqidah, namun dalam kenyataanya masalah pertama
yang muncul di kalangan umat Islam bukanlah masalah teologi, melainkan
persolaan di bidang politik, hal ini di dasari dengan fakta sejarah yang
menunjukkan bahwa, titik awal munculnya persolan pertama ini di tandai dengan
lahirnya kelompok-kelompok dari kaum muslimin yang telah terpecah yang
kesemuanya itu di awali dengan persoalan politik yang kemudian memunculkan
kelompok-kelompok dengan berbagai Aliran teologi dan berbagai pendapat-pendapat
yang berbeda-beda.
Dalam
pembahasan ilmu Kalam, kita dihadapkan pada berbagai macam gerakan
pemikiran-pemikiran besar yang kesemuanya itu dapat dijadikan sebagai gambaran
bahwa agama Islam telah hadir sebagai pelopor munculnya pemikiran-pemikiran
yang hingga sekarang semuanya itu dapat dijumpai hampir di seluruh dunia. Hal
ini juga dapat dijadikan alasan bahwa Islam sebagi mana di jumpai dalam
sejarah, bukanlah sesempit yang dipahami pada umumnya, karena Islam dengan bersumber
pada Al-Quran dan As-Sunnah dapat berhubungan dengan pertumbuhan masyarakat
luas.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah definisi secara umum ilmu tauhid itu?
2. Bagaimanakah aliran-aliran dalam tauhid?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
definisi secara umum ilmu tauhid.
2.
Mengetahui
aliran-aliran dalam tauhid.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tauhid
Tauhid adalah
pernyataan atau pengakuan bahwa Allah SWT itu ESA. Mempelajari tauhid bagi
setiap muslim hukumnya wajib menurut ulama. Sesuai dengan firman Allah dalam
surat ayat 1-4. Ajaran Tauhid tidak hanya wajib dipelajari tetapi diyakini dan
dihayati dengan benar. Ajaran tauhid ini sangat positif bagi hidup dan
kehidupan, sebab tauhid mengandung sifat-sifat:
1. Melepaskan jiwa dari kegoncangan dan kekacauan yang dapat
membawanya ke dalam kesesatan.
2. Sebagai sumber dan motivator berbuat kebajikan dan
keutamaan.
3. Membimbing umat ke jalan yang benar dan
mendorongnya menjalankan ibadah dengan ikhlas.
4. Membawa umat kepada keseimbangan dan kesempurnaan hidup
lahir dan bathin.
Ajaran tauhid ini juga di turunkan oleh Allah SWT kepada
Nabi dan Rasul- Rasul sebelum Rasulullah SAW sebagai mana dengan diturunkan
kitab-kitab sebelum Al-Qur'An. Ilmu Tauhid adalah pengetahuan yang membahas
tentang ke-esa-an Tuhan dan sifat-sifat NYA. Ruang lingkup pembahasan dalam
ilmu tauhid adalah :
1. Hal-hal yang berkaitan dengan Allah SWT (mabda),
diantaranya masalah takdir.
2. Hal-hal yang berkaitan dengan utusan Allah sebagai
penghubung antara manusia dengan Allah dan Makhluk NYA, seperti
Malaikat, Nabi, kitab-kitab suci.
3. Hal-hal yang berkitan dengan kehidupan yang akan datang,
termasuk masalah surga dan neraka.
Ilmu tauhid
memiliki beberapa nama sesuai dengan aspek bahasan yang di tonjolkan :
1. Tauhid yakni pembahasannya menonjolkan aspek ke-ESA-an
Allah SWT.
2. Ilmu Ushuluddin adalah ilmu yakni pokok bahasan di
utamakan pada aspek dasar-dasar agama yang merupakan masalah esensial dalam Islam.
3.
Sifat yakni
ilmu menyangkut pemahaman dan penghayatan kaum muslim tentang sifat-sifat Allah
SWT
4.
Qauli
atau Amali yakni ilmu tauhid yang di ucapkan dengan lisan, diyakini dalam hati,
dibuktikan dengan keyakinan.
B. Aliran-aliran
dalam Tauhid
Problematika
teologis di kalangan umat Islam baru muncul pada masa pemerintahan Khalifah Ali
bin Abi Thalib (656-661M) yang ditandai dengan munculnya kelompok dari
pendukung Ali yang memisahkan diri mereka karena tidak setuju dengan sikap Ali
yang menerima Tahkim dalam menyelesaikan konfliknya dengan muawiyah bin
abi Sofyan, gubernur syam, pada waktu perang siffin. Kelompok ini selanjutnya
dikenal dengan Kelompok Khawarij.
Lahirnya
Kelompok Khawarij ini dengan berbagai pendapatnya selanjutnya, menjadi dasar
kemunculan kelompok baru yang dikenal dengan nama Murji’ah. Lahirnya aliran
teologi ini pun mengawali kemunculan berbagai aliran-aliran teologi lainnya.
Dan dalam perkembangannya telah banyak melahirkan berbagai aliran teologi yang
masing-masing mempunyai latar belakang dan sejarah perkembangan yang
berbeda-beda. Berikut ini akan dibahas tentang pertumbuhan dan perkembangan aliran
tersebut berikut pokok-pokok pikirannya masing-masing.
Aliran-aliran
yang terkenal dalam ilmu tauhid seperti Khawarij, Murjiah, Qadariyah,
Jabariyah, Mu’takzilah, Ahlussunnah Waljamaah, Syi’ah,
Salafiyah dan Wahabiah.
1.
Aliran Khawarij
Aliran
Khawarij merupakan Aliran teologi tertua yang merupakn Aliran pertama yang
muncul dalam teologi Islam. Menurut ibnu Abi Bakar Ahmad Al-Syahrastani, bahwa
yang disebut Khawarij adalah setiap orang yang keluar dari imam yang hak
dan telah di sepakati para jema’ah, baik ia keluar pada masa sahabat khulafaur
rasyidin, atau pada masa tabi’in secara baik-baik. Menurut bahasa nama khawarij
ini berasal dari kata “kharaja” yang berarti keluar. Nama itu diberikan kepada
mereka yang keluar dari barisan Ali. Kelompok ini juga kadang kadang menyebut
dirinya Syurah yang berarti “golongan yang mengorbankan dirinya untuk
allahdi samping itu nama lain dari khawarij ini adalah Haruriyah,
istilah ini berasal dari kata harura, nama suatu tempat dekat kufah,
yang merupakan tempat mereka menumpahakn rasa penyesalannya kapada Ali bin abi
Thalib yang mau berdamai dengan Mu’awiyah.
Kelompok
khawarij ini merupakan bagian dari kelompok pendukung Ali yang memisahkan diri,
dengan beralasan ketidak setujuan mereka terhadap sikap Ali bin abi
Thalib yang menerima tahkim (arbitrase) dalam upaya untuk menyelesaikan
persilisihan dan konfliknya dengan mu’awiyah bin abi sofyan, gubernur syam,
pada waktu perang siffin.
Latar
belakang ketidak setujuan mereka itu, beralasan bahwa tahkim itu merupakan
penyelesaian masalah yang tidak di dasarkan pada ajaran Al-Qur’an, tapi
ditentukan oleh manusia sendiri, dan orang yang tidak Memutuskan hukum dengan
al-quran adalah kafir. Dengan demikian, orang yang melakukan tahkim dan
merimanya adalah kafir.
Atas
dasar ini, kemudian golongan yang semula mendukung Ali ini selanjutnya berbalik
menentang dan memusuhi Ali beserta tiga orang tokoh pelaku tahkim lainnya
yaitu Abu Musa Al-Asyari, Mu’awiyah bin Abi Sofyan dan Amr Bin Ash.Untuk itu
mereka berusaha keras agar dapat membunuh ke empat tokoh ini, dan menurut fakta
sejarah, hanya Ali yang berhasil terbunuh ditangan mereka.
Tokoh-tokoh
Khawarij yang terpenting diantara adalah sebagai berikut:
1.
al-Rasyidi,
pimpinan rombongan sewaktu mereka berkumpul di Harura (pimpinan Khawarij
pertama)
2.
Urwah
bin Hudair
3.
Mustarid
bin sa’ad
4.
Hausarah
al-Asadi
5.
Quraib
bin Maruah
6.
Nafi’
bin al-azraq (pimpinan al-Azariqah)
7.
Abdullah
bin Basyir
8.
Zubair
bin Ali
9.
Qathari
bin Fujaah
10.
Abd
al-Rabih
11.
Abd
al Karim bin ajrad
12.
Zaid
bin Asfar
13.
Abdullah
bin ibad
Aliran
Khawarij terpecah menjadi beberapa sekte, mengawali dan mempercepat
kehancurannya dan sehingga aliran ini hanya tinggal dalam catatan sejarah.
Sekte-Sekte tersebut adalah:
1.
Al-Muhakkimah
2.
Al-Azariqah
3.
Al-Najdat
4.
Al-baihasyiah
5.
Al-Ajaridah
6.
Al-Sa’Alibah
7.
Al-Ibadiah
8.
Al
Sufriyah
Secara
umum ajaran-ajaran pokok Khawarij adalah orang Islam yang melakukan dosa
besar adalah kafir dan harus dibunuh. Orang-orang yang terlibat dalam perang
jamal (perang antara Aisyah, Talhah, dan zubair, dengan Ali bin abi Thalib) dan
para pelaku tahkim (termasuk yang menerima dan mambenarkannya) di hukum kafir. Pengangkatan
khalifah harus dipilih langsung oleh rakyat dan tidak harus keturunan Arab.
Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah
memenuhi syarat-syarat. Khalifah di pilih secara permanen selama yang
bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syari’at islam dan di jatuhi hukuman
mati bila zhalim. Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke
tujuh dari masa kekhalifahannya Usman r.a dianggap telah menyeleweng, khalifah
Ali dianggap menyelewang setelah terjadi tahkim (Arbitrase).
2. Aliran
Murji’ah
Aliran
Murji’ah ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat
dalam upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar,
sebagai mana hal itu dilakukan oleh aliran Khawarij. Mereka menangguhkan
penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu di
hadapan Tuhan, karena hanya tuhanlah yang mengetahui keadaan iman seseorang.
Demikian pula orang mukmin yang melukan dosa besar masih di anggap mukmin di
hadapan mereka. Orang mukmin yang melakukan dosa besar itu dianggap tetap
mengakui bahwa tiada tuhansealin allah dan Nabi Muhammad sebagai Rasulnya.
Dengan kata lain bahwa orang mukmin sekalipun melakukan dosa besar masih tetap
mangucapkan dua kalimat syahadat yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh
karena itu orang tersebut masih tetap mukmin, bukan kafir.
Pandangan
mereka itu terlihat pada kata murji’ah yang barasal dari kata arja-a
yang berarti menangguhkan, mengakhirkan dan memberi pengharapan. Hal-hal yang
melatarbelakangi kehadiran Murji’ah antara lain adalah :
1.
Adanya
perbedaan pendapat antara Syi’ah dan Khawarij; mengkafirkan pihak-pihak yang
ingin merebut kekuasaan Ali dan mengakfirkan orang-orang yang terlihat dan
menyetujui tahkim dalam perang siffin.
2.
Adanya
pendapat yang menyalahkan aisyah dan kawan-kawan yang menyebabkan terjadinya
perang jamal.
3.
Adanya
pendapat yang menyalahkan orang yang ingin merebut kekuasaan Usman bin Affan.
Ajaran-ajaran
pokok Murji’ah dapat disimpulan sebagai berikut:
1.
Iman
Hanya membenarkan (pengakuan) di dalam Hati.
2.
Orang
Islam yang melakukan dosa besar tidak dihukumkan kafir, muslim tersebut tetap
mukmin selama ia mengakui dua kalimat syahadat.
3.
Hukum
terhadap perbuatan manusia di tangguhkan hingga hari kiamat
Dalam
perkembangannya, Murji’ah mengalami berbagai perbedaan pendapat
dikalangan pengikutnya yang mendasari lahirnya aliran-aliran selanjutnya. Aliran
Murji’ah ini terpecah menjadi beberapa macam sekte, ada yang moderat,
ada pula yang ekstrem.
Tokoh
Murji’ah moderat antara lain adalah Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi
Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa ahli hadits, yang berpendapat “bagaimanapun
besarnya dosa seseorang, kemungkinan mendapat ampunan dari tuhan masih ada”.
Sedangkan yang ekstrem antara lain ialah kelompok Jahmiyah, pengikut Jaham bin
Shafwan. Kelompok ini berpendapat “sekalipun seseorang menyatakan dirinya
musyrik, orang itu tidak dihukum kafir”.
3. Aliran
Qadariyah
Qadariyah
berakar pada Qadara yang dapat berarti memutuskan dan memiliki kekuatan
atau kemampuan. Sedangkan sebagai suatu aliran dalam ilmu kalam, Qadariyah
adalah nama yang dipakai untuk suatu aliran yang memberikan penekanan terhadap
kebebasan dan kekuatan manusia dalam menghasilkan perbuatan-perbuatannya. Dalam
faham Qadariyah manusia di pandang mempunyai kekuatan untuk melaksanakan
kehendaknya dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk
kepada qadar dan qada Tuhan.
Mazhab
Qadariyah muncul sekitar tahun 70H (689M). Ajaran-ajaran tentang Mazhab
ini banyak memiliki persamaan dengan ajaran Mu’tazilah sehingga Aliran Qadariyah
ini sering juga disebut dengan aliran Mu’tazilah, kesamaan keduanya
terletak pada kepercayaan keduanya yang menyatakan bahwa manusia mampu mewujudkan
tindakan dan perbuatannya dan Tuhan tidak campur tangan dalam perbuatan manusia
ini, dan mereka menolak segala sesuatu terjadi karena qada dan qadar Allah SWT.
Aliran
ini merupakan aliran yang suka mendahulukan akal dan pikiran dari pada prinsip
ajaran Al-Qur’an dan Hadits sendiri. Al-Qur’an dan Hadits mereka tafsirkan
berdasarkan logika semata-mata. Padahal kita tahu bahwa logika itu tidak bisa
menjamin seluruh kebenaran, sebab logika itu hanya jalan pikiran yang menyerap
hasil tangkapan panca indera yang serba terbatas kemampuannya. Jadi seharusnya
logika dan akal pikiranlah yang harus tunduk kepada Al-Qur’an dan Hadits, bukan
sebaliknya.
Tokoh
utama Qadariyah ialah Ma’bad Al-Juhani dan Ghailan al Dimasyqi. Kedua
tokoh ini yang mempersoalkan tentang Qadar. Menurut Dr. Ahmad Amin dalam
kitabnya Fajrul Islam, pokok-pokok ajaran qadariyah adalah orang yang
berdosa besar itu bukanlah kafir, dan bukanlah mukmin, tapi fasik dan
orang fasik itu masuk neraka secara kekal.
Allah
SWT tidak menciptakan amal perbuatan manusia, melainkan manusia lah yang
menciptakannya dan karena itulah maka manusia akan menerima pembalasan baik
(surga) atas segala amal baiknya, dan menerima balasan buruk (siksa neraka)
atas segala amal perbuatannya yang salah dan dosa karena itu pula, maka Allah
berhak disebut adil.
Kaum
Qadariyah mengatakan bahwa Allah itu maha Esa atau satu dalam arti bahwa
Allah tidak memiliki sifat-sifat azali, seperti Ilmu, Kudrat,
Hayat, mendengar dan melihat yang bukan dengan zat nya sendiri. Menurut
mereka Allah SWT, itu mengetahui, berkuasa, hidup, mendengar, dan melihat
dengan zatnya sendiri. Kaum Qadariyah berpendapat bahwa akal manusia
mampu mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, walaupun Allah tidak
menurunkan agama. Sebab, segala sesuatu ada yang memiliki sifat yang
menyebabkan baik atau buruk.
Selanjutnya
terlepas apakah faham Qadariyah itu di pengaruhi oleh faham luar atau
tidak, yang jelas di dalam Al-Qur’an dapat di jumpai ayat-ayat yang dapat
menimbulkan faham qadariyah, seperti:
1.
Dalam
surat Al Ra’ad Ayat 11, di jelaskan;
“Sesungguhnya
Allah tidak merubah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah
keadaan diri mereka sendiri”.
2.
Dalam
Surat Al-Kahfi ayat 29, Allah menegaskan;
“Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka
Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang
ingin (kafir) Biarlah ia kafir”.
Dengan
demikian paham qadariyah memilki dasar yang kuat dalam Islam, dan tidaklah
beralasan jika ada sebagian orang menilai faham ini sesat atau keluar dari Islam.
4. Aliran
Jabariyah
Nama
Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa.
Sedangkan menurut al-Syahrastani bahwa Jabariyah berarti menghilangkan
perbuatan dari hamba secara hakikat dan menyandarkan perbuatan tersebut kepada
Allah. Dan dalam bahasa Inggris disebut dengan fatalism atau predestination,
yaitu paham yang menyatakan bahwa perbuatan manusia di tentukan sejak semula
oleh qada dan qadar Tuhan.
Menurut
catatan sejarah, faham Jabariyah ini diduga telah ada sebelum agama
Islam datang ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh gurun
pasir Sahara telah memberikan pengaruh besar terhadap hidup mereka, dengan
keadaan yang sangat tidak bersahabat dengan mereka pada waktu itu. Hal ini
kemudian mendasari mereka untuk tidak bisa berbuat apa-apa dan menyebabkan mereka
semata-mata tunduk dan patuh kepada kehendak Tuhan.
Munculnya
mazhab ini berkaitan dengan munculnya Qadariyah. Daerah kelahirannya pun
berdekatan. Qadariyah muncul di Irak dan Jabariyah di Khurasan.
Aliran ini pada mulanya di pelopori oleh Al-Ja’ad bin Dirham. Namun, dalam
perkembangannya aliran ini di sebarluaskan oleh Jaham bin Shafwan. Karena itu
aliran ini terkadang disebut juga dengan Jahmiah.
Yang
menjadi dasar faham pada aliran Jabariyah ini dijelaskan Al-Qur’an
diantaranya:
1.
Dalam
surat al-saffat ayat 96:
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu
dan apa yang kamu perbuat itu”.
2.
Dalam
surat al Insan ayat 30:
“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu),
kecuali bila dikehendaki Allah”.
Jaham
bin Shafwan mempunyai pendirian bahwa manusia itu terpaksa atau tidak mempunyai
pilihan dan kekuasaan. Manusia tidak bisa berbuat lain dari apa yang telah di
lakukannya. Allah SWT telah mentakdirkan atas dirinya segala amal perbuatan
yang mesti di kerjakannya dan segala perbuatan itu adalah ciptaan Allah, sama
seperti apa yang dia ciptakan pada benda-benda yang tidak bernyawa. Oleh karena
itu, Jaham menginterpretasikan bahwa pahala dan siksa merupakan paksaan dalam
arti bahwa Allah telah mentakdirkan seseorang itu baik sekaligus memberi pahala
dan Allah telah mentakdirkan seseorang itu berdosa sekaligus juga menyiksanya.
Sehingga,
dalam realisasinya, orang yang termakan paham ini bisa menjadi apatis
dan beku hidupnya, tidak bisa berbuat apa-apa, selain berpangku tangan,
menunggu takdir Allah semata-mata dan berusaha pun tidak. Karena mereka telah
berkeyakinan bahwa Allah telah mentakdirkan segala sesuatu dan manusia tidak
bisa mengusahakan sesuatu itu.
Disisi
lain, aliran ini tetap berpendapat bahwa manusia tetap mendapat pahala atau
siksa karena perbuatan baik atau jahat yang dilakukannya. Paham bahwa perbuatan
yang dilakukan manusia adalah sebenarnya perbuatan Tuhan tidak menafikan adanya
pahala dan siksa.
Berkenaan
dengan itu perlu dipertegas bahwa Jabariyah yang di kemukakan Jaham bin
Shafwan adalah faham yang ekstrem. Sementara itu terdapat pula faham Jabariyah
yang moderat, seperti yang diajarkan oleh Husain Bin Muhammad al-Najjar dan
Dirar Ibn ‘Amr.
Menurut
Najjar dan Dirar, bahwa Tuhanlah yang menciptakan perbuatan Manusia baik
perbuatan itu positif maupun negatif tetapi dalam melakukan perbuatan itu
manusia mempunyai bagian daya yang diciptakan dalam diri manusia oleh Tuhan,
mempunyai efek, sehingga manusia mampu melakukan perbuatan itu. Daya yang
diperoleh untuk mewujudkan perbuatan-perbuatan inilah yang kemudian disebut Kasb
atau Acquisition.
Menurut
faham ini manusia tidak hanya bagaikan wayang di gerakkan oleh dalang, tetapi
manusia dan Tuhan terdapat kerja sama dalam mewujudkan suatu perbuatan dan
manusia tidak semata-mata di paksa dalam melaksanakan perbuatannya.
5. Aliran
Mu’tazilah
Istilah
Mu’tazilah berasal dari kata Í’tizal yang artinya “memisahkan
diri”, pada mulanya nama ini di berikan oleh orang dari luar Mu’tazilah
karena pendirinya, Washil bin Atha’, tidak sependapat dan memisahkan diri dari
gurunya, Hasan al-Bashri. Dalam perkembangan selanjutnya, nama ini kemudian di
setujui oleh pengikut Mu’tazilah dan di gunakan sebagai nama dari bagi
aliran teologi mereka.
Aliran
Mu’tazilah lahir kurang lebih 120H, pada abad permulaan kedua Hijrah di
kota Basyrah dan mampu bertahan sampai sekarang, namun sebenarnya, aliran ini
telah muncul pada pertengahan abad pertama Hijrah yakni diistilahkan pada para
sahabat yang memisahkan diri atau besikap netral dalam peristiwa-peristiwa
politik. Yakni pada peristiwa meletusnya perang Jamal dan perang Siffin,
yang kemudian mendasari sejumlah sahabat yang tidak mau terlibat dalam konflik
tersebut dan memilih untuk menjauhkan diri mereka dan memilih jalan tengah.
Disisi
lain, yang melatarbelakangi munculnya kedua Mu’tazilah diatas tidaklah
sama dan tidak ada hubungannya karena yang pertama lahir akibat kemelut
politik, sedangkan yang kedua muncul karena didorong oleh persoalan aqidah. Dalam
perkembangannya, Mu’tazilah pimpinan Washil bin Atha’ lah yang menjadi
salah satu aliran teologi dalam Islam. Ada lima prinsip pokok ajaran Mu’tazilah
yang mengharuskan bagi pemeluk ajaran ini untuk memegangnya, yang dirumuskan
oleh Abu Huzail al-Allaf:
1.
al
Tauhid (keesaan Allah).
2.
al
‘Adl (keadlilan tuhan).
3.
al
Wa’d wa al wa’id (janji dan ancaman).
4.
al
Manzilah bain al Manzilatain (posisi diantara posisi).
5.
amar
mauruf dan Nahi mungkar.
Tokoh-tokoh
yang berpengaruh pada Mu’tazilah diantaranya, sebagai berikut:
1.
Washil
bin Atha’
2.
Abu
Huzail al-Allaf
3.
Al
Nazzam
4.
Al-Jubba’i
6. Ahlussunah Wal-Jamaah
Ahlussunnah berarti
penganut atau pengikut sunnah Nabi Muhammad SAW dan Jamaah berarti
sahabat Nabi. Dengan demikian Ahlussunnah wal Jama’ah mengandung arti “penganut
Sunnah (ittikad) nabi dan para sahabat beliau.
Ahlussunnah sering juga
disebut dengan Sunni dan dapat di bedakan menjadi 2 pengertian, yaitu
secara khusus dan secara umum. Sunni dalam pengertian umum adalah lawan
kelompok Syiah. Dalam pengertian ini, Mu’tazilah sebagai mana
juga Asy’ariyah masuk dalam barisan Sunni. Sunni dalam
pengertian khusus adalah mazhab yang berada dalam barisan Asy’ariyah dan
merupakan lawan Mu’tazilah. Aliran ini muncul sebagai reaksi setelah
munculnya aliran Asy’ariyah dan maturidiyah, dua aliran yang menentang
ajaran-ajaran Mu’tazilah.
Tokoh
utama yang juga merupakan pendiri mazhab ini adalah Abu al hasan al Asy’ari dan
Abu Mansur al Maturidi, dasar-dasarnya yaitu sebagai berikut:
1.
Abu
al Hasan al Asy’ari
Sifat-sifat Tuhan. Menurutnya, Tuhan memiliki sifat sebagaimana
disebut di dalam Alqur’an, yang di sebut sebagai sifat-sifat yang azali,
Qadim dan berdiri diatas zat Tuhan. Sifat-sifat itu bukanlah zat Tuhan
dan bukan pula lain dari zatnya.
Menurutnya Al-Quran adalah qadim dan bukan makhluk diciptakan.
Menurutnya Tuhan dapat dilihat dengan mata oleh manusia di akhirat nanti. Menurutnya
perbuatan manusia di ciptakan Tuhan, bukan di ciptakan oleh manusia itu sendiri.
Keadilan Tuhan, Menurutnya, tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun
untuk menentukan tempat manusia di akhirat. Sebab semua itu marupakan kehendak
mutlak Tuhan sebab Tuhan maha kuasa atas segalanya.
Muslim yang berbuat dosa. Menurutnya, yang berbuat dosa dan tidak
sempat bertobat diakhir hidupnya tidaklah kafir dan tetap mukmin.
2.
Abu
manshur Al-Maturidi
Sifat Tuhan. Pendapatnya sejalan dengan al Asy’ari. Perbuatan
Manusia. Menurutnya, Perbuatan manusia sebenarnya di wujudkan oleh manusia itu
sendiri, dan bukan merupakan perbuatan tuhan. Al Quran, pendapatnya
sejalan dengan al Asy’ari.
Kewajiban tuhan. Menurutnya, tuhan memiliki kewajiban-kewajiban
tertentu. Muslim yang berbuat dosa. Pendapatnya sejalan dengan al Asy’ari. Janji
tuhan. Menurutnya, janji, pahala dan siksa mesti terjadi dan itu merupakan
janji tuhan yang tidak mungkin di pungkirinya.
7. Aliran Syiah
Secara
bahasa Syi’ah berarti pengikut. Yang dimaksud dengan pengikut disini
ialah para pendukung Ali bin Abi Thalib. Secara istilah Syi’ah sering di
maksudkan pada kaum muslimin yang dalam bidang spritual dan keagamaannya selalu
merujuk pada keturuan Nabi Muhammad SAW atau yang sebut sebagai ahl al-bait.
selanjutnya, istilah Syi’ah ini untuk pertama kalinya di tujukan
pada para pengikut Ali (syi’ah Ali), pemimpin pertama Ahl al-Bait pada masa
Nabi Muhammad SAW.
Para
pengikut Ali yang disebut Syi’ah ini diantaranya adalah Abu Dzar al
Ghiffari, Miqad bin Al aswad dan Ammar bin Yasir. Mengenai latar belakang
munculnya aliran ini, terdapat dua pendapat, pertama menurut Abu Zahrah, Syi’ah
mulai muncul pada akhir dari masa jabatan Usman bin Affan kemudian tumbuh dan
berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, Adapun menurut Watt, Syi’ah
benar-benar muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Mu’awiyah
yang dikenal dengan Perang siffin. Dalam peperangan ini, sebagai respon
atas penerimaan Ali terhadap arbitrase yang ditawarkan Mu’awiyah,
pasukan Ali diceritakan terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung sikap Ali
(kelak di sebut Syi’ah dan kelompok lain menolak sikap Ali, kelak
di sebut Khawarij).
Kaum
Syi’ah memiliki lima prinsip utama yang wajib di percayai oleh penganutnya.
Kelima prinsip itu adalah:
1.
Al
Tauhid
Kaum Syi’ah mengimani sepenuhnya bahwa allah itu ada, Maha
esa, tunggal, tempat bergantung, segala makhluk, tidak beranak, tidak
diperanakkan dan tidak ada seorang pun yang menyamainya. Dan juga mereka
mempercayai adanya sifat-sifat Allah.
2.
Al
‘adl
Kaum Syi’ah mempunyai keyakinan bahwa Allah Maha Adil. Allah
tidak melakukan perbuatan zhalim dan perbuatan buruk, Ia tidak melakukan
perbuatan buruk karena ia melarang keburukan, mencela kezaliman dan orang yang
berbuat zalim.
3.
Al
Nubuwwah
Kepercayaan Syi’ah terhadap para Nabi-nabi juga tidak berbeda
dengan keyakinan umat muslim yang lain. Menurut mereka, Allah mengutussejumlah
nabi dan rasul ke muka bumi untnk membimbing umat manusia.
4.
Al
imamah
Menurut Syi’ah, Imamah berarti kepemimpinan dalam urusan agama dan
dunia sekaligus, ia pengganti rasul dalam memelihara Syari’at, melaksanakan Hudud,
dan mewujudkan kebaikan dan ketentraman umat.
5.
Al
ma’ad
Ma’ad berarti tempat kembali (hari akhirat), kaum Syi’ah sangat
percaya sepenuhnya akan adanya hari akhirat, bahwa hari akhirat itu pasti
terjadi.
8. Aliran
Salafiyah
Secara
bahasa Salafiyah berasal dari kata salaf yang berarti terdahulu,
yang dimaksud terdahulu disini adalah orang-orang terdahulu yang semasa Rasul SAW,
para sahabat, para tabi’in dan tabitt tabi’in. Sedangakan Salafiyah
berarti orang-orang yang mengikuti salaf.
Istilah
salaf mulai dikenal dan muncul beberapa abad sesudah Rasul SAW wafat,
yaitu sejak ada orang atau golongan yang tidak puas memahami Al- Qur’an dan Hadits
tanpa ta’wil, terutama untuk menjelaskan maksud-maksud tersirat dari
ayat-ayat Al-Qur’an sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang tidak layak
bagi Allah SWT.
Orang
yang termasuk dalam kategori salaf adalah orang yang hidup sebelum tahun
300H, orang yang hidup sesudah tahun 300H termasuk dalam kategori khalaf.
Tokoh terkenal ulama salaf adalah Ahmad bin Hambal. Nama lengkapnya
Ahmad bin Muhammad bin Hambal, beliau juga di kenal sebagai pendiri dan tokoh
mazhab Hambali. Tokoh salafiyah yang terkenal lainnya adalah Taqiyuddin
Abu al Abbas Ahmad bin Abdul Halim bin Abd al Salam bin Abdullah bin Muhammad
bin Taimiyah al Hambali atau yang lebih di kenal dengan nama Ibnu Taimiyah.
Beliau merupakan seorang teolog dan ahli hukum yang banyak menghasilkan karya
tulis. Beliau juga ahli dibidang tafsir dan hadist.
Dalam
perkembangannya, ajaran yang bermula pada Imam Ahmad bin Hanbal ini,
selanjutnya di kembangkan oleh Ibnu Taimiyah, kemudian oleh Imam Muhammad bin
Abdul Wahab dan akhirnya berkembang di dunia Islam secara Spodaris.
Pada
abad ke 20M gerakan ini muncul dengan dimensi baru. Tokoh-tokohnya adalah
Jamaluddin al Afgani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha.
Salafiyah baru
Al Afgani ini terdiri dari 3 komponen pokok yaitu:
1.
Keyakinan
bahwa kemajuan dan kejayaan umat Islam hanya mungkin di wujudkan jika mereka
kembali kepada ajaran Islam yang masih dan meneladani pokok hidup sahabat Nabi.
Komponen pertama ini merupakan satu unsur yang di miliki oleh Salfiyah
sebelumnya.
2.
Perlawanan
terhadap kolonialisme dan mominasi barat, baik politik, ekonomi, maupun
kebudayaan.
3.
Pengakuan
terhadap keunggulan barat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Al
Afgani dapat di katakan sebagai penganut Salafiyah modern karena dalam
rumusan fahamnya yang banyak meletakkan unsur-unsur moderenisme sebagai
mana terlihat pada komponen 2 dan 3 diatas. Syekh Muhammad Abduh adalah murid
Al Afgani dan Muhammad Rasyid Ridaha adalah murid dari Muhammad Abduh.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Tauhid
dalam Islam memiliki aliran-aliran yang memiliki sejarah begitu lampau dan
panjang serta berdasarkan pada pemikiran yang begitu dalam. Pemikiran tersebut
dikaitkan dengan kandungan Al-Qur’an dan As-Sunnah, dimana kedua komponen
tersebut merupakan tuntunan bagi umat manusia dalam mengarungi bahtera
kehidupan dunia dan persiapan menuju akhirat yang berdasar pada pengabdian
manusia kepada Tuhan yaitu Allah SWT. Semua pemikiran-pemikiran tersebut memiliki titik
pertentangan dan persamaan dan tentunya memiliki argumentasi-argumentasi yang
bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits. Namun pendapat mana diantara
pendapat-pendapat tersebut yang paling baik, tidaklah bisa dinilai sekarang. Karena
penilaian sesungguhnya ada pada sisi Allah SWT yang akan diberikan-Nya di
akhirat nanti. Penilaiaan baik tidaknya suatu pendapat dalam sudut pandang manusia
mungkin di lakukan dengan mencoba menghubungkan pendapat tersebut dengan
peristiwa-peristiwa yang berkembang dalam sejarah. Disisi lain, baik tidaknya
suatu pendapat atau faham dengan mengaitkannya pada kenyataan yang
berlaku dimasyarakat dan dapat bertahan dalam kehidupan manusia serta pendapat
tersebut banyak di ikuti oleh Manusia.
DAFTAR PUSTAKA
http://ilmu-duniadanakhirat.blogspot.com/2012/12/aliran-aliran-dalam-ilmu-kalam.html
http://mufdil.wordpress.com/2009/08/03/aliaran-aliran-dalam-ilmu-kalam/
http://alfin-noor.blogspot.com/p/pengetahuan-agama-islam.html
http://jumadibismillahsukses.blogspot.com/2011/11/aliran-aliran-dalam-ilmu-tauhid.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Salafiyah
http://id.wikipedia.org/wiki/Murji%27ah
http://id.wikipedia.org/wiki/Mu%27taziliyah
http://id.wikipedia.org/wiki/Sunni
http://id.wikipedia.org/wiki/Syi%27ah
http://id.wikipedia.org/wiki/Khawarij
http://en.wikipedia.org/wiki/Qadariyah
http://bara-aliranjabariyah.blogspot.com/
http://wahabiah.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar