BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Setelah Nabi Muhammad SAW wafat di Madinah
pada 11 Hijrah (632M), tugas-tugas agama dan kenegaraan diteruskan para
penggantinya (khulafa). Empat diantara para sahabatnya yang terdekat,
baik melalui hubungan darah ataupun melalui perkawinan, untuk menggantikannya
sebagai pemimpin umat Muslim. Keempat khalifah ini dalam sejarah Islam dikenal
dengan sebutan Al Khulafa Al Rasyidin, yang berarti khalifah-khalifah
yang terpercaya atau yang mendapat petunjuk, suatu gelar yang berkaitan dengan
kepemimpinan dan kapasitas mereka sebagai kepala negara dan pemimpin agama
dalam mempertahankan kemurnian ajaran agama Islam dalam berbagai aspek kehidupan
sebagaimana telah dicontohkan Rasulullah SAW dalam mewujudkan kemaslahatan
umat.
Keempat khalifah tersebut memerintah selama
kurang lebih 30 tahun, mulai dari 11 Hijrah hingga 40 Hijrah (632-661M).
Khalifah Abu Bakar memerintah dari tahun 11 Hijrah hingga 13 Hijrah (632-634M),
khalifah Umar dari tahun 13 Hijrah hingga 23 Hijrah (634-644M), khalifah Utsman
dari tahun 23 Hijrah hingga 35 Hijrah (644-656M) dan khalifah Ali dari tahun 35
Hijrah hingga 40 Hijrah (656-661M).
Pada makalah ini hanya akan memaparkan
Khulafur Rasyidin Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab.
2.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
definisi dari Khulafur Rasyidin?
2.
Bagaimana
biografi Abu Bakar
ash-Shiddiq?
3.
Bagaimana biografi
Umar bin Khatab?
4.
Bagaimana
perkembangan sastra dan arsitektur pada masa Abu Bakar dan Umar bin Khattab?
3.
Tujuan
1.
Mengetahui
definisi dari Khulafur Rasyidin.
2.
Mengetahui
biografi Abu Bakar
ash-Shiddiq.
3.
Mengetahui
biografi Umar bin Khatab.
4.
Mengetahui
perkembangan sastra dan arsitektur pada masa Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Khulafur Rasyidin
Khulafaur Rasyidin (bahasa Arab: الخلفاء الراشدون)
atau Khalifah Ar-Rasyidin adalah empat orang khalifah (pemimpin) pertama agama Islam, yang
dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinan Nabi Muhammad setelah ia wafat. Empat orang tersebut adalah para
sahabat dekat Muhammad yang tercatat paling dekat dan paling dikenal dalam
membela ajaran yang dibawanya di saat masa kerasulan Muhammad. Keempat khalifah
tersebut dipilih bukan berdasarkan keturunannya, melainkan berdasarkan
konsensus bersama umat Islam.
Sistem pemilihan terhadap masing-masing khalifah tersebut berbeda-beda, hal tersebut terjadi karena para sahabat menganggap tidak ada rujukan yang jelas yang
ditinggalkan oleh Nabi Muhammad tentang
bagaimana suksesi kepemimpinan Islam akan berlangsung. Namun penganut paham Syi'ah meyakini bahwa Muhammad dengan jelas menunjuk Ali bin Abi Thalib, khalifah
ke-4 bahwa Muhammad menginginkan keturunannyalah yang akan meneruskan
kepemimpinannya atas umat Islam, mereka merujuk kepada salah satu Hadits Ghadir Khum.
Secara resmi istilah Khulafaur Rasyidin
merujuk pada empat orang khalifah pertama Islam, namun sebagian ulama
menganggap bahwa Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang memperoleh
petunjuk tidak terbatas pada keempat orang tersebut di atas, tetapi dapat
mencakup pula para khalifah setelahnya yang kehidupannya benar-benar sesuai
dengan petunjuk al-Quran dan Sunnah Nabi. Salah seorang yang oleh kesepakatan banyak ulama dapat
diberi gelar khulafaur rasyidin adalah Umar bin Abdul-Aziz, khalifah Bani Umayyah ke-8.
2. Biografi Abu Bakar as-Shiddiq
Abu Bakar ash-Shiddiq (573 - 634 M,
menjadi khalifah 632 - 634 M) lahir dengan nama Abdus Syams,
"Abu bakar" adalah gelar yang diberikan masyarakat muslim kepadanya.
Nama aslinya adalah “Abdullah bin Abi Kuhafah". Ia mendapat
gelar "as-Shiddiq” setelah masuk islam. Nama sebelum muslim adalah "Abdul
Ka'bah". Ibunya bernama "Salma Ummul Khair", yaitu
anak paman "Abu Quhafah". Abu Bakar adalah khalifah pertama
Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Ia adalah salah seorang petinggi Mekkah dari suku Quraisy. Setelah memeluk Islam namanya diganti oleh Muhammad
menjadi Abu Bakar. Ia digelari Ash-Shiddiq yang berarti yang
terpercaya setelah ia menjadi orang pertama yang mengakui peristiwa Isra'
Mi'raj.
Ia juga adalah orang yang ditunjuk oleh
Muhammmad untuk menemaninya hijrah ke Yatsrib. Ia dicatat sebagai salah satu Sahabat Muhammad yang
paling setia dan terdepan melindungi para pemeluk Islam bahkan terhadap sukunya
sendiri. Ketika Muhammad sakit keras, Abu Bakar adalah orang yang ditunjuk
olehnya untuk menggantikannya menjadi Imam dalam Salat. Hal ini
menurut sebagian besar ulama merupakan petunjuk dari Nabi Muhammad agar Abu
Bakar diangkat menjadi penerus kepemimpinan Islam, sedangkan sebagian kecil
kaum Muslim saat itu, yang kemudian membentuk aliansi politik Syiah, lebih
merujuk kepada Ali bin Abi Thalib karena ia merupakan keluarga Nabi. Setelah
sekian lama perdebatan akhirnya melalui keputusan bersama umat islam saat itu,
Abu Bakar diangkat sebagai pemimpin pertama umat Islam setelah wafatnya
Muhammad.
Setelah menderita sakit demam selama lima
belas hari akhirnya Abu Bakar meninggal
dunia pada hari senin, 21 Jumadil Akhir 13 H (22 Agustus 634 M) pada usia 63
tahun. Riwayat yang paling kuat mengenai sebab sakitnya beliau adalah riwayat
yang berasal dari putrinya yang menyebutkan bahwa beliau sering mandi malam.
Sedangkan pemerintahan beliau berjalan selama dua tahun tiga bulan dan sepuluh
malam.
Selama sakitnya beliau tidak bisa mengimami
shalat jama’ah hingga beliau digantikan oleh Umar bin Khattab. Selain itu juga
beliau selalu memikirkan perkara ummat Islam yang akan ia tinggalkan. Beberapa
motivasi dan penyebab mendorongnya untuk menunjuk orang yang menggantikannya
setelah berbincang-bincang dengan para sahabat besar lainnya, yang membulatkan
tekad beliau untuk menunjuk Umar bin Khattab
sebagai penggantinya.
Ada berapa hal yang mungkin sangat
berpengaruh terhadap keputusan Abu Bakar
untuk memilih sendiri orang yang akan menggantikannya. Salah satunya
adalah perdebatan yang pernah terjadi di Saqifah Bani Saidah setelah Rasulullah
saw. meninggal dunia, selain itu juga masukan-masukan positif tentang Umar bin
Khattab dari sahabat-sahabat besar
lainnya.
Di lain pihak, Jafri menuturkan bahwa
penunjukan ini juga salah satu bentuk penghalangan Ali bin Abi Thalib dari posisi ke-khalifahan. Sangat tidak
mengherankan bila Umar bin Khattab tidak
memilih Ali bin Abi Thalib yang tidak
mau membaiatnya hingga lima hingga enam bulan pemerintahannya. Tentu saja Umar
bin Khattab yang juga merupakan pioner
pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah
pada peristiwa Saqifah akan mendapatkan kepercayaan Abu Bakar untuk menjadi khalifah.
Menurut Jafri bahwa penghalangan Ali bin Abi
Thalib dari ke-kahlifahan berlanjut pada
masa pemerintahan Umar bin Khattab , yakni ketika beliau memilih enam orang
sahabat sebagai ahlul hilli wal aqdi yang bertugas untuk menentukan
penggantinya, akan tetapi keputusan akhir diberikan kepada Abdurrahman bin Auf
yang merupakan sahabat dekat Utsman bin Affan. Selain itu juga oleh Abdurrahman
bin Auf juga menyaratkan kesanggupan untuk mengikuti tata cara (sunnah)
Rasulullah saw. dan dua orang pendahulunya dalam menjalankan pemerintahan.
Tentu saja Ali bin Abi Thalib tidak akan
menyanggupinya,yang lain halnya dengan Utsman yang menyatakan bahwa ia akan menyanggupi
syarat tersebut.
Terlepas dari yang manakah pendapat yang
paling mendekati kebenaran, paling tidak kita mengetahui beberapa perbedaan
pendapat dalam masalah ini.
a. Proses Pengangkatan Abu Bakar
Pengangkatan Abu Bakar sebagai
khalifah mengalami polemik dikalangan para sahabat, hal ini dikarenakan bahwa
Ali bin Abi Thalib tidak ikut dalam peristiwa Saqifah, ternyata Ali bin Abi
Thalib juga tidak mau membaiat Abu Bakar hingga enam bulan lamanya.
Dalam proses pemilihannya terjadi hal-hal
yang kurang damai antara kaum Anshor dan Muhajirin. Kaum Anshor sebagai
penduduk asli mengklaim bahwa mereka memiliki lebih banyak andil dalam
menyiarkan Islam dan memiliki sumber daya manusia yang tidak kalah kualitasnya
dibandingkan kaum Muhajirin. Dengan demikian mereka melakukan musyawarah di
suatu tempat di Bani Sai’dah untuk memilih dan membaiat Sa’id bin Ubaidillah,
seorang pemuka dari suku Khazraj.
Dengan diplomasi dan kerja sama antara Abu
Bakar, Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarrah, maka Umar bin Khattab
mengangkat tangan Abu Bakar serta mengucapkan baiatnya setianya kepada Abu
Bakar sebagai pemimpinnya, lalu hal yang serupa juga dilakukan oleh Ubaidah bin
Jarrah. Terobosan dan spekulasi mereka ini ternyata menghasilkan nilai positif
untuk keberhasilan gagasan mereka dalam mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah.
Abu Bakar kemudian dibaiat secara umum pada
ke-esokan harinya di masjid Nabawi. Pada kesempatan ini ia mengucapkan pidato
pertamanya sebagai khalifah. Maka sejak saat itu kepimimpinan umat berada di
tangan Abu Bakar dengan gelar khalifah Rasulullah (pengganti rasul) yang dalam
perkembangan selanjutnya disebut sebagai khalifah saja. Khalifah adalah
pemimpin yang diangkat sesudah nabi wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan
tugas-tugas sebagai pemimpin dan kepala pemerintahan.
b. Sistem Pemerintahan Abu Bakar
Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah
(pengganti Nabi) sebagaimana dijelaskan pada peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah,
merupakan bukti bahwa Abu Bakar menjadi Khalifah bukan atas kehendaknya
sendiri, tetapi hasil dari musyawarah mufakat umat Islam. Denga terpilihnya Abu
Bakar menjadi Khalifah, maka mulailah beliau menjalankan kekhalifahannya, baik
sebagai pemimpin umat maupun sebagai pemimpin pemerintahan. Adapun sistem
politik Islam pada masa Abu Bakar bersifat “sentral”, jadi kekuasaan legislatif, eksekutif dan
yudikatif terpusat ditangan Khalifah, meskipun demikian dalam memutuskan suatu
masalah, Abu Bakar selalu mengajak para sahabat untuk bermusyawarah.
Sedang kebijaksanaan politik yang dilakukan
Abu Bakar dalam mengemban kekhalifahannya yaitu:
1.
Mengirim
pasukan dibawah pimpinan Usamah bin Zaid, untuk memerangi kaum Romawi sebagai
realisasi dari rencana Rasulullah
Ketika beliau
masih hidup. Sebenarnya dikalangan sahabat termasuk Umar bin Khatab banyak yang
tidak setuju dengan kebijaksanaan Khalifah ini. Alasan mereka, karena dalam
negeri sendiri pada saat itu timbul gejala kemunafikan dan kemurtadan yang
merambah untuk menghancurkan Islam dari dalam. Tetapi Abu Bakar tetap mengirim
pasukan Usamah untuk menyerbu Romawi, sebab menurutnya hal itu merupakan
perintah Nabi SAW. Pengiriman pasukan Usamah ke Romawi di bumi Syam pada saat
itu merupakan langkah politik yang sangat strategis dan membawa dampak positif
bagi pemerintahan Islam, yaitu meskipun negara Islam dalam keadaan tegang akan
tetapi muncul interprestasi dipihak lawan, bahwa kekuatan Islam cukup tangguh.
Sehingga para pemberontak menjadi gentar, disamping itu juga dapat mengalihkan
perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat intern.
2.
Timbulnya
kemunafikan dan kemurtadan
Hal ini
disebabkan adanya anggapan bahwa setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka segala
perjanjian dengan Nabi menjadi terputus. Adapun orang murtad pada waktu itu ada
dua yaitu :
a.
Mereka yang
mengaku Nabi dan pengikutnya, termasuk di dalamnya orang yang meninggalkan
sholat, zakat dan kembali melakukan kebiasaan jahiliyah.
b.
Mereka
membedakan antara shalat dan zakat, tidak mau mengakui kewajiban zakat dan
mengeluarkannya.
Oleh karena itu Abu Bakar memberantas
orang-orang murtad tersebut hingga terjadilah Perang Riddah yaitu perang
melawan kemurtadan dan Khalid ibnu Al-Walid sebagai panglima yang banyak
berjasa dalam Perang Riddah ini. Abu Bakar pun menumpas orang-orang yang
mengaku nabi, supaya kemurnian agama Islam terpelihara. Selain itu, Abu Bakar
juga mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an, dengan alasan karena banyak umat yang
hafal Al-Qur’an gugur dalam peperangan dan banyaknya arsip ayat-ayat Al-Qur’an
yang ditulis pada daun dan tulang hilang.
Abu Bakar pun mengembangkan wilayah Islam
keluar Arab. Ini ditujukan ke Syiria dan Persia. Untuk perluasan Islam ke
Syiria yang dikuasai Romawi (Kaisar Heraklius), Abu Bakar menugaskan 4 panglima
perang yaitu Yazid bin Abu Sufyan ditempatkan di Damaskus, Abu Ubaidah di Homs,
Amir bin Ash di Palestina dan Surahbil bin Hasanah di Yordan. Usaha tersebut
diperkuat oleh kedatangan Khalid bin Walid dan pasukannya serta Mutsannah bin
Haritsah, yang sebelumnya Khalid telah berhasil mengadakan perluasan ke
beberapa daerah di Irak dan Persia. Dalam peperangan melawan Persia disebut
sebagai “pertempuran berantai”. Hal ini karena perlawanan dari Persia yang
beruntun dan membawa banyak korban.
c. Kebijakan Politik Abu Bakar
Adapun
kebijakan di bidang pemerintahan yang dilakukan oleh Abu Bakar adalah:
1.
Pemerintahan
Berdasarkan Musyawarah
Apabila
terjadi suatu perkara, Abu Bakar selalu mencari hukumnya dalam kitab Allah.
Jika beliau tidak memperolehnya maka beliau mempelajari bagaimana Rasul
bertindak dalam suatu perkara. Dan jika tidak ditemukannya apa yang dicari,
beliaupun mengumpulkan tokoh-tokoh yang terbaik dan mengajak mereka
bermusyawarah. Apapun yang diputuskan mereka setelah pembahasan, diskusi, dan
penelitian, beliaupun menjadikannya sebagai suatu keputusan dan suatu
peraturan.
2.
Amanat
Baitul Mal
Para
sahabat Nabi beranggapan bahwa Baitul Mal adalah amanat Allah dan masyarakat
kaum muslimin. Karena itu mereka tidak mengizinkan pemasukan sesuatu kedalamnya
dan pengeluaran sesuatu darinya yang berlawanan dengan apa yang telah
ditetapkan oleh syari’at. Mereka mengharamkan tindakan penguasa yang
menggunakan Baitul Mal untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi.
3.
Konsep
Pemerintahan
Politik
dalam pemerintahan Abu Bakar telah beliau jelaskan sendiri kepada rakyat banyak
dalam sebuah pidatonya : “Wahai manusia ! Aku telah diangkat untuk
mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantara kamu.
Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, maka bantulah (ikutilah)
aku, tetapi jika aku berlaku salah, maka luruskanlah ! orang yang kamu anggap
kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak daripadanya. Sedangkan
orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan hak
kepadanya. Maka hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, namun bilamana aku tiada mematuhi Allah dan Rasul-Nya, kamu tidaklah
perlu mentaatiku.
4.
Kekuasaan
Undang-undang
Abu
Bakar tidak pernah menempatkan diri beliau diatas undang-undang. Beliau juga
tidak pernah memberi sanak kerabatnya suatu kekuasaan yang lebih tinggi dari
undangundang. Dan mereka itu dihadapan undang-undang adalah sama seperti rakyat
yang lain, baik kaum Muslim maupun non Muslim.
d. Ijtihad Abu Bakar
Hukum-hukum dan perbuatan khalifah Abu Bakar yang
dicatat oleh para ulama Ahlul Sunnah wal-Jamaah di dalam buku-buku mereka, diantaranya;
1.
Khalifah Abu
Bakar telah menghentikan pemberian khums kepada keluarga Rasulullah SAW.
Ijttihadnya itu adalah bertentangan dengan Surah al-Anfal (8):41 “
Ketahuilah, apa yang kamu perolehi seperlima adalah untuk Allah, Rasul-Nya,
Kerabat, anak-anak yatim, orang miskin, dan orang musafir” dan berlawanan
dengan Sunnah Rasulullah SAW yang memberi khums kepada keluarganya menurut ayat
tersebut.
2.
Khalifah Abu
Bakar telah membakar Fuja’ah al-Silmi hidup-hidup, kemudian dia menyesali
perbuatannya. Dan ianya bertentangan dengan Sunnah Nabi SAW ”Tidak boleh
disiksa dengan api melainkan dari Tuannya”.
3.
Khalifah Abu
Bakar tidak mengenakan hukum had ke atas Khalid bin al-Walid yang telah
membunuh Malik bin Nuwairah dan kabilahnya. Umar dan Ali AS mahu supaya Khalid
dihukum rejam.
4.
Khalifah Abu
Bakar telah melarang orang ramai dari menulis dan meriwayatkan Sunnah Nabi SAW.
Dia berucap kepada orang ramai selepas kewafatan Nabi SAW,”Kalian meriwayatkan
daripada Rasulullah SAW hadith-hadith di mana kalian berselisih faham
mengenainya. Orang ramai selepas kalian akan berselisih faham lebih kuat lagi.
Justeru itu janganlah kalian meriwayatkan sesuatupun (syaian) daripada
Rasulullah SAW. Dan sesiapa yang bertanya kepada kalian, maka
katakanlah:Bainana wa bainakum kitabullah (Kitab Allah di hadapan kita). Maka
hukumlah menurut hala dan haramnya.
5.
Khalifah Abu
Bakar telah melantik Umar menjadi khalifah selepasnya secara wasiat, walhal dia
sendiri menolak wasiat Nabi SAW. Beliau bersabda:”Ali adalah saudaraku, wasiku,
wazirku dan khalifah selepasku” dan sabdanya:”Siapa yang menjadikan aku
maulanya maka Ali adalah maulanya.”Dan penyerahan jawatan khalifah kepada Umar
adalah menyalahi prinsip syura yang diagung-agungkan oleh Ahlul Sunnah. Justeru
itu Abu Bakar adalah orang yang pertama merosakkan sistem syura dan memansuhkannya.
Pertama, dia menggunakan “syura terhad” bagi mencapai cita-citanya untuk
menjadi khalifah tanpa menjemput Bani Hasyim untuk menyertainya. Kedua, apabila
kedudukannya menjadi kuat, dia melantik Umar untuk menjadi khalifah selepasnya
tanpa syura dengan alasan bahawa Umar adalah orang yang paling baik baginya
untuk memegang jawatan khalifah selepasnya.
6.
Khalifah Abu
Bakar menamakan dirinya “Khalifah Rasulullah“. Penamaannya adalah bertentangan
dengan Sunnah Rasulullah SAW kerana beliau tidak menamakannya dan melantiknya,
malah beliau menamakan Ali dan melantiknya. Beliau bersabda:”Siapa yang aku
menjadimaulanya maka Ali adalah maulanya.“Dan hadith-hadith yang lain tentang
perlantikan Ali AS sebagai khalifah selepas Rasulullah SAW.
7.
Khalifah Abu
Bakar tidak membunuh Dhu al-Thadyah sedangkan Rasulullah SAW telah
memerintahkan Abu Bakar supaya membunuh Dhu al-Thadyah. Abu Bakar mendapati
lelaki itu sedang mengerjakan solat. Lalu dia berkata kepada Rasulullah
SAW:”Subhanallah! Bagaimana aku membunuh lelaki yang sedang mengerjakan solat?”
Sepatutnya dia membunuh lelaki itu tanpa mengira keadaan kerana Rasulullah SAW
telah memerintahkannya. Tetapi dia tidak membunuhnya, malah dia menggunakan
ijtihadnya bagi menyalahi Sunnah Rasulullah SAW.
8.
Khalifah Abu
Bakar berpendapat bahawa seorang khalifah bukan semestinya orang yang paling
alim (afdhal). Ijtihadnya adalah bertentangan dengan firman Tuhan di dalam
Surah al-Zumar (39):9:”Katakanlah: Adakah sama orang-orang yang mengetahui
dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah
yang dapat menerima pelajaran” dan firman-Nya di dalam Surah Yunuss
(10):35:”Maka apakah orang-orang yang menunjuki jalan kepada kebenaran itu
lebih berhak diikuti ataukah orang-orang yang tidka dapat memberi petujuk?
Mengapa kamu (berbuat demikian)? Bagaimana kamu mengambil keputusan?”
9.
Khalifah Abu
Bakar tidak pernah melakukan korban (penyembelihan) kerana khuatir kaum
Muslimin akan menganggapnya wajib. Tindakannya adalah bertentangan dengan
Sunnah Rasulullah SAW yang menggalakkannya. Demikianlah sebagian ijtihad dari
Abu Bakar yang dapat kami paparkan dalam kajian ilmiah ini. Banyak pemikiran
yang mengatakan bahwa ijtihad yang dilakukan oleh Abu Bakar ini bertentangan
dengan nash, tapi menurut hemat kami, dia melakukan semua itu atas dasar
kemaslahatan dan ketaawdhu’annya dalam agama.
3. Biografi Umar bin Khattab
Umar bin
Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza atau lebih dikenal dengan Umar bin Khattab (586-590
- 644 M, menjadi khalifah (634 - 644 M) adalah khalifah ke-2 dalam sejarah
Islam. Ayahnya bernama Khattab bin Nufail al-Mahzumi al-Qurajsyi dari suku Adi.
Ibunya bernama Hantamah binti Hasyim. Suku Adi terpandang mulia dan mempunyai
martabat tinggi di kalangan Arab. Suku ini masih termasuk rumpun Kuraisy. Umar
dilahirkan di kota Mekkah dari suku Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy, suku terbesar di kota Mekkah saat itu.
Ayahnya bernama Khattab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi dan ibunya Hantamah
binti Hasyim, dari marga Bani Makhzum. Umar memiliki julukan yang diberikan
oleh Nabi Muhammad SAW yaitu Al-Faruk yang berarti orang yang bisa
memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.
Keluarga Umar
tergolong dalam keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis, yang pada
masa itu merupakan sesuatu yang langka. Sebelum memeluk Islam, Umar
adalah orang yang sangat disegani dan dihormati oleh penduduk Mekkah,
sebagaimana tradisi yang dijalankan oleh kaum jahiliyah
Mekkah saat itu, Umar juga mengubur putrinya hidup-hidup sebagai bagian dari
pelaksanaan adat Mekkah
yang masih barbar. Setelah memeluk Islam di bawah Nabi Muhammad SAW,
Umar dikabarkan menyesali perbuatannya dan menyadari kebodohannya saat itu
sebagaimana diriwayatkan dalam satu hadits "Aku menangis ketika menggali kubur
untuk putriku. Dia maju dan kemudian menyisir janggutku".
Umar
juga dikenal sebagai seorang peminum berat, beberapa catatan mengatakan bahwa
pada masa pra-Islam (Jahiliyyah), Umar suka meminum anggur. Setelah
menjadi seorang Muslim, ia tidak menyentuh
alkohol sama sekali, meskipun belum
diturunkan larangan meminum khamar (yang memabukkan) secara tegas.
Umar mempunyai postur tubuh yang tegap dan
kuat, wataknya keras, berani, dan berdisiplin tinggi. Pada masa remajanya, dia
dikenal sebagai pegulat perkasa dan sering menampilkan kemampuannya itu dalam
pesta tahunan pasar Ukaz di Mekah. la memiliki kecerdasan yang luar biasa,
mampu memprakirakan hal-hal yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Tutur
bahasanya halus dan bicaranya fasih. Kelebihan-kelebihan yang dimilikinya itu
mengantarkannya terpilih menjadi wakil kabilahnya. la selalu diberi kepercayaan
sebagai utusan mewakili kabilah Kuraisy dalam melakukan perundingan-perundingan
dengan suku-suku lain. Keunggulannya berdiplomasi membuatnya populer di kalangan
berbagai suku Arab. Ketika Nabi
Muhammad SAW menyebarkan Islam secara terbuka di Mekkah,
Umar bereaksi sangat antipati terhadapnya, beberapa catatan mengatakan bahwa
kaum Muslim
saat itu mengakui bahwa Umar adalah lawan yang paling mereka perhitungkan, hal
ini dikarenakan Umar yang memang sudah mempunyai reputasi yang sangat baik
sebagai ahli strategi perang dan seorang prajurit yang sangat tangguh pada
setiap peperangan yang ia lalui. Umar juga dicatat sebagai orang yang paling
banyak dan paling sering menggunakan kekuatannya untuk menyiksa pengikut Nabi
Muhammad SAW.
Pada puncak kebenciannya terhadap ajaran Nabi
Muhammad SAW, Umar memutuskan untuk mencoba membunuh Nabi Muhammad SAW, namun
saat dalam perjalanannya ia bertemu dengan salah seorang pengikut Nabi Muhammad
SAW bernama Nu'aim bin Abdullah yang kemudian memberinya
kabar bahwa saudara perempuan Umar telah memeluk Islam, ajaran yang dibawa oleh
Nabi Muhammad SAW yang ingin dibunuhnya saat itu. Karena berita itu, Umar
terkejut dan pulang ke rumahnya dengan dengan maksud untuk menghukum adiknya,
diriwayatkan bahwa Umar menjumpai saudarinya itu sedang membaca Al Qur'an
surat Thoha ayat 1-8, ia semakin marah akan hal tersebut dan memukul
saudarinya. Ketika melihat saudarinya berdarah oleh pukulannya ia menjadi iba,
dan kemudian meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat, diriwayatkan Umar
menjadi terguncang oleh apa yang ia baca tersebut, beberapa waktu setelah
kejadian itu Umar menyatakan memeluk Islam, tentu saja hal yang selama ini
selalu membelanyani membuat hampir seisi Mekkah terkejut karena seseorang yang
terkenal paling keras menentang dan paling kejam dalam menyiksa para pengikut
Nabi Muhammad SAW kemudian memeluk ajaran yang sangat dibencinya tersebut,
akibatnya Umar dikucilkan dari pergaulan Mekkah dan ia menjadi kurang atau
tidak dihormati lagi oleh para petinggi Quraisy yang selama ini diketahui
selalu membelanya.
Pada tahun 622 M, Umar ikut bersama Nabi
Muhammad SAW dan pemeluk Islam lain berhijrah (migrasi) (ke Yatsrib
(sekarang Madinah).
Ia juga terlibat pada perang Badar,
Uhud, Khaybar serta penyerangan ke Syria. Pada tahun 625, putrinya (Hafsah)
menikah dengan Nabi Nabi Muhammad SAW. Ia dianggap sebagai seorang yang paling
disegani oleh kaum Muslim pada masa itu karena selain reputasinya yang memang
terkenal sejak masa pra-Islam, juga karena ia dikenal sebagai orang terdepan
yang selalu membela Nabi Muhammad SAW dan ajaran Islam pada setiap kesempatan
yang ada bahkan ia tanpa ragu menentang kawan-kawan lamanya yang dulu bersama
mereka ia ikut menyiksa para pengikutnya Nabi Muhammad SAW.
Pada saat kabar wafatnya Nabi Muhammad SAW
pada 8 Juni 632 M (12 Rabiul Awal, 10
Hijriah) di Madinah sampai kepada umat Muslim secara keseluruhan, Umar
dikabarkan sebagai salah seorang yang paling terguncang atas peristiwa itu, ia
menghambat siapapun memandikan atau menyiapkan jasadnya untuk pemakaman. Akibat
syok yang ia terima, Umar berkeras bahwa Nabi Muhammad SAW tidaklah wafat
melainkan hanya sedang tidak sadarkan diri, dan akan kembali sewaktu-waktu.
Abu Bakar
yang mendengar kabar bergegas kembali dari Madinah, ia menjumpai Umar sedang
menahan Muslim yang lain dan lantas mengatakan:"Saudara-saudara!
Barangsiapa mau menyembah Nabi Muhammad SAW, Nabi Muhammad SAW sudah meninggal
dunia. Tetapi barangsiapa mau menyembah Allah, Allah hidup selalu tak pernah
mati”.
Abu Bakar mengingatkan kepada para pemeluk
Islam yang sedang terguncang, termasuk Umar saat itu, bahwa Nabi Muhammad SAW,
seperti halnya mereka, adalah seorang manusia biasa, Abu Bakar kemudian
membacakan ayat dari Al Qur'an dan mencoba untuk mengingatkan mereka kembali
kepada ajaran yang diajarkan Nabi Muhammad SAW yaitu kefanaan makhluk yang
diciptakan. Setelah peristiwa itu Umar menyerah dan membiarkan persiapan
penguburan dilaksanakan.
Banyak keputusan-keputusan baru yang harus
diambil oleh oleh khalifah ke-II Umar Bin Khattab (634-644 M). Penyebaran agama
Islam pun dilaksanakan seiring dengan perluasan wilayah Islam. Banyak orang
yang takluk dibawah Islam memeluknya sebagai agama meskipun ada sebahagian dari
mereka yang membenci Islam ataupun bangsa Arab yang merupakan penjajah. Umar
memerintah dengan tegas dan disiplin, rakyat maupun pegawainya akan dihukum
bila terbukti bersalah. Pada akhir pemerintahannya timbul gejala-gejala
ketidakpuasan terhadap kebijakan-kebijakannya yang disuarakan pertama kalinya
oleh mereka yang membeci Islam ataupun bangsa Arab. Hal yang paling menonjol
adalah pembagian hasil rampasan perang yang dinilai tidak adil. Tetapi hingga
akhir hayatnya tidak ada yang berani mengutarakan secara terang-terangan.
Benarkah terjadi ketidak-puasan terhadap
pemerintahan Umar bin Khattab, bisa jadi benar. Salah satu bukti yang
menunjukkan hal tersebut adalah pembunuhan Umar bin Khattab sendiri, beliau
dibunuh Abu Lu’luah, seorang Nasrani. Ia megutarakan keberatannya atas pajak
yang ia nilai terlalu besar untuknya yang berprofesi sebagai tukang kayu,
pelukis, dan pandai besi, ia harus membayar dua dirham setiap hari. Akan tetapi
meskipun Umar bin Khattab mendengar
keluhannya, beliau tidak mengurangi pajak tersebut karena kabarnya ia juga akan
membuka penggilan tepung dengan angin.
Abu Lu’luah ternyata berlalu dengan rasa
tidak puas dengan keputusan beliau, hal ini disimpulkan dari jawabannya atas
keputusan Umar bin Khattab : “kalau begitu bekerjalah untukku dengan
penggilingan itu!”, yang kemudian dijawab: “kalau kamu selamat maka aku
akan bekerja untukmu”. Tiga hari kemudian ia berhasil membunuh beliau.
Akan tetapi bila hanya bukti ini yang
diajukan untuk mengutarakan bahwa akhir pemerintahan Umar bin Khattab terjadi beberapa ketidak-puasaan terhadapa
kebijaksaanan beliau, maka itu terlalu dilebih-lebihkan. Tapi meskipun begitu,
memang faktanya ada yang merasa tidak puas dengan Umar bin Khattab.
Beliau meninggal pada umur 63 tahun. Adapun
ke-khalifahannya berjalan selama 10 tahun, 6 bulan dan 8 hari.
Ada indikasi yang menyatakan bahwa
perseturuannya dengan Ali bin Abi Thalib
mulai memudar-kalau memang mereka berseteru, yakni Umar bin Khattab menikahi salah satu putri Ali bin Abi
Thalib yakni Ummi Kaltsum, selain itu
Ali bin Abi Thalib adalah salah seorang
yang turun ke makam beliau, lain halnya ketika Fathimah binti Rasulullah
meninggal dunia, baik Abu Bakar dan Umar
bin Khattab tidak datang kepemakamannya
atau ketika Abu Bakar meninggal dunia
dimana Ali bin Abi Thalib tidak datang
kepemakamannya.
Beberapa pendapat mengatakan bahwa salah
salah satu usaha untuk meredakan perseteruannya dengan Bani Hasyim adalah
dengan mengangkat para pemuka Bani Hasyim sebagai pemimpin pasukan dan
mengirimkannya ke medan perang, agar mereka tidak terlalu memikirkan siapakah
sebenarnya yang berhak untuk menjadi khalifah, disamping beliau juga memang menikahi
putri Ali bin Abi Thalib.
a.
Proses
Pengangkatan Umar bin Khattab
Seperti yang telah kita sebutkan diatas bahwa
Umar bin Khattab diangkat dan dipilih
sendiri oleh Abu Bakar untuk
menggantikannya dalam ke-khalifahan. Oleh Abdul Wahhab an-Nujjar, cara
pengangkatan seperti ini disebut dengan thariqul ahad, yakni seorang pemimpin
yang memilih sendiri panggantinya setelah mendengar pendapat yang lainnya,
barulah kemudian dibaiat secara umum.
Pada masa pemerintahan Abu Bakar , sang
khalifah dipanggil dengan sebutan khalifah Rasulullah. Sedangkan pada masa
pemerintahan Umar bin Khattab, mereka disebut dengan Amirulmu’minin.
Sebutan ini sendiri diberikan oleh rakyat kepada beliau. Salah satu sebab
penggantian ini hanyalah makna bahasa, karena bila Abu Bakar dipanggil dengan khalifah Rasulullah
(pengganti Rasulullah), otomatis penggantinya berarti khalifah khalifah
Rasulullah (pengganti penggantinya Rasulullah), dan begitulah selanjutnya,
setidaknya begitulah menurut Haikal. Selain itu karena wilayah kekuasaan Islam
telah meluas, hingga ke daerah-daerah yang bukan daerah Arab, yang tentu saja
memerlukan sistem pemerintahan yang terperinci, sementara ia tidak mendapatkan
sistem pemerintahan terperinci dalam Alquran al-Karim dan sunnah nabi, karena
itu ia menolak untuk dipanggil sebagai khalifatullah dan khalifah Rasulullah.
Terdapat perbedaan dalam proses pengangkatan
Abu Bakar dan Umar, bila Abu Bakar dipilih oleh beberapa wakil kalangan elit
masyarakat, Umar dipilih dan ditunjuk langsung oleh Abu Bakar untuk
menggantikannya. Ada beberapa faktor yang mungkin sangat berpengaruh terhadap
penunjukan langsung ini, yakni:
1.
Kemungkinan besar Abu Bakar
khawatir akan terjadi perpecahan dalam tubuh umat Islam bila pemilihan
diserahkan kepada masyarakat seperti yang hampir terjadi pada dirinya.
2.
Bagaimanapun juga, Umar
adalah suksessor Abu Bakar dalam pemilihan menjadi Khalifah.
3.
Sementara beberapa pendapat
lain mengatakan bahwa ke-khawatiran Abu Bakar akan terpilihnya Ali bin Abi
Thalib memotivasi dirinya untuk memilih langsung penggantinya.
b.
Sistem
Pemerintahan Umar bin Khattab
Serangkaian penaklukan bangsa Arab dipahami
secara populer dimotivasi oleh hasrat akan terhadap harta rampasan perang, dan
termotivasi oleh agama yang tidak menganut keyakinan tentang bangsa yang
terpilih, layaknya Yahudi. Salah satu prinsip agama Islam adalah menyebarkan
ajarannya kepada orang lain, lain halnya dengan Yahudi yang menganggap
bangsanyasendirilah yang terpilih dan menganggap bangsa lain adalah domba-domba
yang sesat. Keyakinan inipun otomatis juga berpengaruh kepada lancarnya
beberapa ekspansi pada masa Umar bin Khattab.
Motivasi apapun yang terlibat di dalam beberapa
penaklukan tersebut, semuanya merupakan perluasan yang telah terencana dengan
baik oleh pemerintahan Umar bin Khattab, meskipun sebagian kecilnya berlangsung
secara kebetulan.
Beberapa wilayah yang akan ditaklukkan
dilihat dari kesuburan tanahnya, kestrategisannya dalam dunia perdagangan dan
kestrategisannya untuk menjadi basis-basis penaklukan berikutnya. Seperti kota
Mesir yang ditaklukkan, kota ini merupakan lumbung besar bagi Kostantinopel,
selain itu kota ini juga dengan Hijaz, pelabuhan yang sangat penting dan agar
bisa menjadi basis penaklukan selanjutnya ke Afrika.
Kostantinopel mulai mengalami kekalahan dalam
peperangannya dengan pasukan-pasukan muslim setelah Mesir jatuh ketangan negara
Islam. Sedangkan untuk menaklukkan Sasania, pasukan muslim tidaklah mengalami
kesulitan, karena selain dari sisi kekuatan politis imperium ini yang telah
melemah dan hancurnya adiministrasi, juga hubungan baik antara negara-negara
kecil yang sebelumnya merupakan wilayah kekuasaan mereka, juga karena Iraq
telah jatuh ke tangan pasukan muslim, pada masa sebelumnya.
Selain itu, beberapa alasan yang mendukung
keberhasilan serangkaian penaklukan ini adalah tidak terjalinnya hubungan baik
antara pemerintah dengan rakyat. Dalam beberapa kasus hal ini sungguh penting,
karena orang-orang Kristen Arab yang merupakan bagian imperium yang ditaklukkan
lebih menerima dan bergabung dengan pasukan muslim. Lebih jauh lagi migrasi
orang-orang Arab badui juga ikut menjadi alasan keberhasilan ini.
Untuk tujuan mengorganisasi orang-orang Badui
ini, dan agar tidak membuat masalah kepada penduduk lokal, maka Umar bin
Khattabpun membangun beberapa mishr. Mishr ini menjadi basis tempat orang-orang
badui. Selain itu juga mishr-mishr ini juga berperan sebagai basis-basis
militer dengan tujuan penaklukan selanjutnya.
Beberapa kampung-kampung militer terbesar
yang dibangun pada masa Umar bin Khattab adalah Bashrah yang bertujuan untuk
mempermudah komunikasi dengan Madinah, ibu kota negara dan juga menjadi basis
penaklukan menuju Iran Selatan. Kufah dibangun untuk menjadi basis pemerintahan
untuk administrasi untuk Iraq Utara Mesopotamia dan bagian Timur dan Utara
Iran.
Selain menjadi basis militer dan
pemerintahan, amshar juga menjadi pusat distribusi dan administrasi pajak.
Dengan begitu sistem yang diterapkan oleh Umar bin Khattab adalah sistem
desentralisasi. Gaji para pasukan yang diambil dari pajak, upeti dan zakat
dibayarkan melalui pusat-pusat administrasi ini.
Pemerintahan Umar bin Khattab pada dasarnya
tidak memaksakan sebuah sistem administrasi baru di wilayah taklukan mereka.
Sistem adaministrasi yang berlaku adalah kesepakatan antara pemerintah dengan
elit lokal wilayah tersebut. Dengan begitu, otomatis tidak ada kesamaan
administrasi suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Tampaknya hal ini tidaklah
menjadi masalah penting pada saat itu.
Adapun rangkaian penaklukan yang terjadi pada
masa Umar bin Khattab adalah sebagai berikut;
1.
Penaklukkan Syam (13 H),
meskipun memang awal serangan dimulai pada masa Abu Bakar, akan tetapi kota ini
baru bisa ditaklukkan pada masa awal pemerintahan Umar bin Khattab. Penaklukan
ini dipimpin oleh Khalid bin Walid, yang kemudian dipecat oleh Umar bin Khattab
pada hari kemenangannya.
2.
Penaklukkan Damasqus oleh
Abu Ubaidah yang diteruskan ke Baalbek, Homs dan Hama (13 H).
3.
Yerussalem (638).
4.
Caesaria (640) yang berlanjut ke Selatan
Syiria, Harran, Edessa dan Nabisin.
5.
Mesir oleh Amr bin Ash (641
H/20 H) termasuk Heliopolis dan Babylonia, sedangkan Alexandria baru
ditaklukkan pada tahun (643).
6.
Syiria ditaklukkan pada
perang Qadisiyah (637 M/14 H).
7.
Serangkaian penaklukan
lainnya adalah Mosul (641 M/16 H), Nihawan, Hamadazan (21 H), Rayy (22 H),
Isfahan dan kota-kota Utama Iran Barat (644 M), Khurasan (22 H).
8.
Pasukan lainnya menguasai
Ahwaz (Khuzistan) (640 M/17 H).
9.
Sijistan dan Kerman (23 H).
Maka wilayah kekuasaan Umar bin Khattab pada
saat itu meliputi: benua Afrika hingga Alexandria, Utara hingga Yaman dan
Hadramaut, Timur hingga Kerman dan Khurasan, Selatan hingga Tabristan dan
Haran.
c.
Kebijakan
Politik Umar bin Khattab
Adapun kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
oleh khalifah Umar bin Khattab pada masa kepemimpinannya adalah sebagai
berikut;
1.
Ekspansi dan penaklukkan.
2.
Desentralisasi
administrasi.
3.
Pembangunan
fasilitas-fasilitas umum, seperti Masjid, jalan dan bendungan.
4.
Pemusatan kekuatan militer
di amshar-amshar.
5.
Memusatkan para sahabat di
Madinah, agar kesatuan kaum muslimin lebih terjaga.
6.
Aktivitas haji tahunan
sebagai wadah laporan tahunan para gubernur terhadap khalifah.
7.
Membangun kota Kufah dan
Bashrah.
8.
Pemecatan Khalid bin Walid
dari kepemimpinannya.
9.
Pembentukan beberapa
jawatan, seperti dibawah ini;
a.
Diwan al-Kharaj (jawatan
pajak) yang bertugas mengelola administrasi pajak negara.
b.
Diwan al-Ahdats (jawatan
kepolisian) yang bertugas memlihara ketertiban dan menindak pelaku penganiayaan
untuk kemudian diadili di pengadilan.
c.
Nazarat an-Nafi’at (jawatan
pekerjaan umum) yang bertanggung jawab oelaksanaan pembangunan
fasilitas-fasilitas umum.
d.
Diwan al-Jund (jawatan
militer) yang bertanggung jawab atas pengelolaan administrasi ke-tentaraan.
e.
Baitul Mal sebagai lembaga
perbendaharaan negara yang bertanggung jawab atas pengelolaan kas negara.
Beberapa tugasnya adalah memberikan tunjangan (al-‘atha) yang merata kepada
seluruh rakyat secara merata baik sipil maupaun militer, tapi tentu saja
tunjangan ini tidak sama jumlahnya.
f.
Menciptakan mata uang resmi
negara.
g.
Membentuk ahlul hilli wal
aqdi yang bertugas untuk memilih pengganti khalifah.
d.
Ijtihad
Umar bin Khattab
Berita-berita telah sampai kepada Umar.
dengan membawa kabar gembira tentang telah terbebaskannya Syam, Irak dan negeri
Khusru (Persia), dan ia mendapati dirinya berhadapan dengan persoalan ekonomi
yang rumit. Harta benda musuh, yang terdiri dari emas, perak, kuda dan ternak
telah jatuh sebagai harta rampasan perang (ghanimah) di tangan bala tentara
yang menang dengan pertolongan Allah. Dan tanah-tanah pertanian mereka pun
termasuk dalam penguasaan tentara itu.
Berkenaan dengan harta (yang bergerak) maka
Umar telah melaksanakan hukum Allah mengenainya. Dia ambil seperlimanya, dan
membagi-bagikan empat perlima lainnya kepada masing-masing anggota tentara
sebagai pelaksanaan firman Allah Ta’ala, “Dan ketahuilah olehmu sekalian bahwa
apa pun yang kamu peroleh sebagai rampasan perang dari sesuatu (harta kekayaan)
itu maka seperlimanya adalah untuk Allah dan untuk Rasul, kaum kerabat (dari
Nabi), anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibn al-sabil (orang terlantar di
perjalanan), jika kamu sekalian benar-benar beriman kepada Allah dan kepada apa
yang telah Kami turunkan (al-Qur’an) atas hamba Kami (Muhammad) pada hari
penentuan, yaitu hari ketika kedua golongan manusia (Muslim dan Musyrik)
bertemu (dalam peperangan, yakni, Perang Badar). Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.”
Tetapi berkenaan dengan tanah-tanah pertanian
itu, Umar berpendapat lain… Pendiriannya ialah bahwa tanah-tanah itu harus
disita, dan tidak dibagi-bagikan, lalu dibiarkan seolah-olah tanah-tanah itu
kepunyaan negara di tangan para pemilik (aslinya setempat) yang lama, kemudian
mereka ini dikenakan pajak (kharaj), dan hasil pajak itu dibagi-bagikan kepada
keseluruhan orang-orang Muslim setelah disisihkan daripada gaji tentara yang
ditempatkan di pos-pos pertahanan (al-thughur, seperti Basrah dan Kufah di
Irak) dan negeri-negeri yang terbebaskan.
Tetapi kebanyakan para sahabat menolak
kecuali jika tanah-tanah itu dibagikan di antara mereka karena tanah-tanah itu
adalah harta-kekayaan yang dikaruniakan Allah sebagai rampasan (fay’)
kepada mereka. Adapun titik pandangan Umar ialah bahwa negeri-negeri yang
dibebaskan itu memerlukan tentara pendudukan yang tinggal di sana, dan tentara
itu tentulah memerlukan ongkos. Maka jika tanah-tanah pertanian itu habis
dibagi-bagi, lalu bagaimana tentara pendudukan itu mendapatkan logistik
mereka?’ … Demikian itu, ditambah lagi bahwa Allah tidak menghendaki harta
kekayaan hanya berkisar atau menjadi sumber rejeki kaum kaya saja. Jika habis
dibagi-bagi tanah-tanah pertanian yang luas di Syam, Mesir, Irak dan Persia
kepada beberapa ribu sahabat, maka menumpuklah kekayaan di tangan mereka, dan
tidak lagi tersisa sesuatu apa pun untuk mereka yang masuk Islam kelak kemudian
hari sesudah itu. Sehingga terjadilah adanya kekayaan yang melimpah di satu
pihak, dan kebutuhan (kemiskinan) yang mendesak di pihak lain … Itulah keadaan
yang hati nurani Umar tidak bisa menerimanya.
Tetapi dalil dari Kitab dan Sunnah berada di
pihak mereka yang menentang pendapat Umar, yang terdiri dari mereka yang
menghendaki kekayaan yang memang halal dan telah dikaruniakan Tuhan kepada
mereka itu. Mereka ini mengajukan argumen kepadanya bahwa harta kekayaan itu
adalah fay’ (jenis harta yang diperoleh dari peperangan), dan tanah rampasan
serupa itu telah pernah dibagi-bagikan Rasul ‘alayhi al-salam sebelumnya, dan
beliau (Rasul) tidak pernah melakukan sesuatu seperti yang ingin dilakukan Umar.
Terutama Bilal . sangat keras terhadap Umar, dan mempelopori gerakan oposisi
sehingga menyesakkan dada Umar dan menyusahkannya, sehingga karena susah dan
sedihnya itu Umar mengangkat kedua tangannya kepada Tuhan dan berseru, “Oh
Tuhan, lindungilah aku dari Bilal dan kawan-kawan.” Akhirnya memang Tuhan
melindunginya dari Bilal dan kawan-kawan dengan paham keagamaannya yang
mendalam, yang meneranginya dengan suatu cahaya dari celah baris-baris dalam
Kitab Suci, dan dengan argumen yang unggul, yang semua golongan tunduk kepada
kekuatannya
Begitulah Umar yang suatu saat berkata kepada
sahabat-sahabatnya yang hadir bahwa Sa’d ibn Abi Waqqas menulis surat kepadanya
dari Irak bahwa masyarakat (tentara Muslim) yang ada bersama dia telah
memintanya untuk membagi-bagi harta rampasan di antara mereka dan tanah-tanah
pertanian yang dikaruniakan Allah kepada mereka sebagai rampasan juga.
4. Perkembangan Sastra dan Arsitektur pada Masa
Abu Bakar dan Umar bin Khattab
Sastra dan arsiktektur
berupakan bukti konkrit dari sebuah peradaban bisa dikatakan tolak ukur lainnya
kemajuan suatu jaman, adapun satra dan arsitektur yang berkempang pada masa Abu
Bakar dan Umar bin Khattab yaitu sebagai berikut;
a.
Sastra
Secara
spesifik terkait dengan perkembangan sastra pada masa khulafa la-Rasyidun, para
pengamat sastra pada umumnya sepakat terhadap hal-hal di bawah:
1.
Pertama,
perkembangan astra mengalami stagnasi, karena perhatian yang lebih kepada
bahasa Al-Qur’an dan al-Hadits, sehingga syair dan karya sastra lainnya kurang
teroganisir atau kurang berkembang.
2.
Al-Qur’an
sebagai sumber inspirasi untuk kegiatan sastra, karena dalam berdakwah
diperlukan bahasa yang indah. Pengaruh
al-Qur’an dan al-Hadits tidak bisa dilepaskan karena keduanya merupakan sumber
pokok ajaran Islam.
Dibawah ini
adalah contoh-contoh berbagai karya sastra yang berkembang pada masa itu,
yakni;
1.
Syair
Para khalifah sering membaca syair, baik untuk menasehati
kaum muslimin agar berbuat kebajikan atau untuk menyemangati mereka dalam
membela Islam. Syair-syair Muslim pada masa itu dibuat berdasarkan
aturan-aturan tradisional seperti qasida, ghazel, qisah, mastnawi
dan ruba’iyyat.
2.
Prosa.
3.
Khitabah,
yakni seni retorika berkhutbah.
Prosa tertuang dalam dua bentuk yaitu Khithabah (bahasa
pidato) dan Kitabah (bahasa korespondensi). Khithabah menjadi alat yang paling
efektif untuk berdakwah mengalami kesempurnaannya karena pengaruh al-Qur’an.
Pionir-pionir khithabah adalah para khalifah, mereka adalah pemimpin yang
sekaligus sastrawan, mereka sangat baligh dan fasih dalam berkhotbah. Ahli pidato yang sangat terkenal pada masa
ini adalah Ali bin Abi Thalib, bahkan khutbah-khutbahnya dikumpulkan dalam
kitab “Nahj al-Balaghah”. Tentang
kitabah tidak mengalami kemajuan sepesat khithabah meskipun di dalamnya banyak
didapatkan nilai-nilai sastra.
4.
Risalah, yakni seni korespondensi
b.
Arsitektur
Beberapa
tempat yang dibangun dan direnovasi pada masa Abu Bakar dan Umar adalah sebagai
berikut;
1.
Masjid
al-Haram adalah satu dari tiga masjid yang paling mulia dalam Islam. Khalifah
Umar mulai memperluas masjid ini dengan membeli rumah-rumah disekitarnya.
Masjid ini dikelilingi dengan tembok batu bata setinggi kira-kira 1,5 meter.
2.
Masjid Madinah
(Nabawi) didirikan oleh Nabi saat pertama kali tiba di Madinah dengan sangat
sederhana sekali. Karena bertambahnya jumlah umat Islam, Umar mulai memperluas
masjid ini (17 H).
3.
Masjid
al-Atiq, masjid yang pertama kali didirikan di Mesir (21 H).
Sesudah Irak
dan Mesir ditaklukkan, Umar memerintah membangun kota-kota baru. Beberapa kota
yang dibangun pada periode ini adalah:
1.
Basrah,
dibangun tahun 14-15 H dengan arsiteknya Utbah bin Ghazwah, dibantu 800
pekerja. Khalifah Umar sendiri yang menentukan lokasinya, kira-kira 10 mil dari
sungai trigis. Untuk memenuhi kebutuhan air penduduk, dibangunlah saluran air
dari sungai menuju kota.
2.
Kufah,
dibangun di bekas ibu kota kerajaan Arab sebelum Islam, Manadzir, sekitar 2 mil
dari sungai Efrat (17 H). Pembangunannya dipercayakan kepada Salman al-Farizi
dan kawan-kawannya.
3.
Fusthath,
dibangun pada tahun 21 H. Kota ini dibangun karena khalifah Umar tidak setuju
usul Amr bin Ash untuk menjadikan Iskandariyah sebagai ibu kota propinsi Mesir,
dengan alasan karena sungai Nil membatasi kota tersebut dengan Madinah,
sehingga akan menyulitkan hubungan dengan pemerintah pusat. Dibangun disebelah
timur sungai Nil, dilengkapi dengan bangunan-bangunan utama sebuah kota.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Abdullah
bin Abi Kuhafah adalah nama asli dari Abu Bakar ash-Shiddiq, lahir dengan nama
Abdus Syams. Sedangkan nama sebelum masuk Islam “Abdul Ka’bah, setelah memeluk
agama Islam namanya diganti oleh Nabi Muhammad menjadi Abu Bakar. Ash-Shidiq
adalah gelar yang diberikan oleh masyarakat muslim kepadanya yang berarti
terpercaya. Ibunya bernama “Salma Ummul Khair”, yaitu anak paman “Abu Quhafah”.
Lahir pada 573 M, dan menjadi khalifah pada 632 M, saat itu Arab dibawah Islam
mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang. Selain itu Abu
Bakar bersikap keras dalam menghadapi para penentang suku-suku Arab yang tidak
mau tunduk kepada ajaran Islam sepeninggalan Rasulullah SAW, dan menyelesaikan
persoalan ini dengan yang disebut perang Riddah (perang melawan kemurtadan). Setelah
menyelesaikan urusan didalam negeri, barulah Abu Bakar megirim kekuatan
beberapa panglima keluar Arabia. Pada masa pemerintahan Abu Bakar Ash-ShiddiQ,
terdapat beberapa kebijakan dan dikarenakan beliau adalan Khalifar pertama
masih ada pertentangan juga perselisihan antara kabilah Arab yang masih
berpegang teguh pada ajaran Jahilliyah tentang “Tentang memahami agama
Islam”. Pada 634 M, Abu bakar wafat dan meninggalkan wasiat bahwa
penerusnya adalah umar bin Khattab. Umar bin Khattab lahir dikota Mekkah dari
suku Bani Adi (586-590 - 644 M, menjadi khalifah (634 - 644 M), Ayahnya bernama
Khattab bin Nufail al-Mahzumi al-Qurajsyi dan Ibunya bernama Hantamah binti
Hasyim. Umar diberi julukan oleh Rasulullah SAW yaitu Al-Faruk yang berarti
orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebatilan. Sebelumnya Umar
masih mengikuti tradisi jahiliyyah, beliau pernah megubur putrinya hidup-hidup
dan meminum minuman yang memabukkan. Tetapi setelah memeluk agama Islam bahkan
Umar menyesali semua perbuatannya itu. Masa kepemimpinan Khalifah Umar pusat
kekukasan Islam di Madinah mengalami perkembangan pesat, beliau juga menerapkan
sistem demokrasi dalam pemerintahannya. Berbagai macam kebijakan diambil oleh
Abu Bakar dan Umar bin Khattab semata-mata untuk kepentingan kemajuan umat.
Perkembangan sastra dan arsitektur pun tampak jelas pada masa Abu Bakar dan
Umar bin Khattab, dengan ditandai pembangunan kota-kota, mesjid, adanya syair
dan prosa yang bertujuan untuk kemajuan umat pada masa itu.
DAFTAR PUSTAKA
Thohir,
Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Yatim,
Badri. 1993. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
http://rifkiamrullah.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar